SULTRATOP.COM, KENDARI — Rumpun Perempuan Sulawesi Tenggara (RPS) bersama Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Sultra dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari komitmen membangun gerakan bersama untuk melindungi dan memberdayakan perempuan serta menekan angka kekerasan pada perempuan dan anak yang semakin meningkat.
Komitmen itu ditandai dengan menggelar Fokus Group Discussion bertema “Kebijakan Responsif Gender & Inklusif (Catatan Kritis untuk Pemerintahan Baru)”, bertempat di salah satu hotel di Kendari, Kamis (5/12/2024). Kegiatan ini juga menghadirkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kendari, sejumlah organisasi perempuan, perguruan tinggi, dan jurnalis.
Direktur RPS, Husnawati, yang membuka FGD ini mengatakan bawa kegiatan tersebut merupakan bagian dari kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan.
Ia mengatakan, pertemuan ini merupakan aksi nyata dalam membangun komitmen bersama untuk mewujudkan keadilan perempuan dan anak.
Dirinya berharap peserta FGD yang hadir bisa memberi masukan yang nantinya akan menjadi catatan penting untuk pemerintahan baru agar membuat kebijakan yang ramah terhadap perempuan dan anak.
Untuk menekan angka kekerasan pada perempuan dan anak memang tidak bisa bergerak sendiri-sendiri, harus bangun kolaborasi. Namun, semua itu akan sulit jika kebijakan pemerintah dari awal memang tidak inklusif perempuan dan anak.
“Poin-poin penting ini akan kita sodorkan kepada pemerintahan baru hasil Pilkada 2024 untuk membangun pemahaman bersama sehingga kebijakan dan anggaran nanti berpihak pada perempuan dan anak,” ujar Husnawati.
Plt Kepala DP3A Kendari, Haslita menuturkan, data kekerasan terhadap perempuan di Kendari sepanjang 2024 ada 13 kasus, 9 di antaranya merupakan kekerasan psikis. Begitupun kasus kekerasan pada anak yang juga meningkat dari 26 kasus pada 2023 menjadi 37 kasus pada 2024 di mana 27 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual.
Dalam upaya meredam kekerasan terhadap perempuan dan anak, Pemkot Kendari sudah banyak melakukan berbagai macam cara, di antaranya sosialisasi kepada masyarakat agar tidak menjadi korban dan tidak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun.
Selain itu, Pemkot Kendari juga sudah melakukan langkah-langkah pemberdayaan perempuan, baik dari segi regulasi maupun kelembagaan.
Sementara, Ketua AJI Kendari Nursadah menyayangkan adanya peningkatan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kendari. Apalagi pelakunya merupakan orang terdekat. Bahkan dalam catatan AJI Kendari, kekerasan seksual banyak terdapat di wilayah Baubau, Buton, dan Kendari.
“Itu baru yang terkuak ke publik setelah korban melapor, masih banyak kekerasan yang tidak tercatat karena korban tidak mau melapor. Sehingga ini perlu kebijakan khusus dari pemerintah agar ke depan kasus terhadap perempuan dan anak bisa diminimalisir,” jelasnya.
AJI Kendari sendiri tengah fokus dengan isu kekerasan dan gender karena masih banyak perempuan dan anak yang menjadi korban.
Koordinator Presidium Forhati Sultra Asyriani menyampaikan pentingnya penerapan kebijakan responsif gender dan inklusif dalam setiap aspek kehidupan, baik itu dalam kebijakan publik, program pemerintah, dunia kerja, maupun dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Dengan implementasi kebijakan yang responsif gender dan inklusif, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan setara, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, berpartisipasi, dan meraih potensi terbaik mereka.
“Catatan-catatan yang kita hasilkan hari ini akan diserahkan melalui audiensi ke DPRD dan gubernur atau wali kota setelah pelantikan sekitar 8 Maret 2025 nanti bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional,” ujarnya. (—)
Penulis: Tim Redaksi