6 December 2024
Indeks

RPS dan Stakeholder Terkait Perkuat Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan

  • Bagikan
RPS dan Stakeholder Terkait Perkuat Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan
Talk show dan kampanye stop kekerasan di satuan pendidikan yang digelar RPS dan stakeholder terkait di Dikbud Kendari pada Jumat (29/11/2024). (Ismu/Sultratop.com)

SULTRATOP.COM, KENDARI – Rumpun Perempuan Sultra (RPS) bersama stakeholder terkait dalam hal ini Dikbud dan DP3A Kendari serta satuan pendidikan SD hingga SMP memperkuat upaya penanggulangan kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan.

Hal tersebut diwujudkan melalui talk show dan kampanye dengan tema “Membangun Layanan Inklusif untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan” dalam momentum kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak serta Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia tahun 2024 yang digelar di Dikbud Kendari pada Jumat (29/11/2024).

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Direktur RPS Husnawati mengatakan, tingginya angka kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi di luar lingkungan sekolah, tetapi juga di dalam lingkungan sekolah. Untuk itu, satuan pendidikan menjadi bagian yang sangat penting dalam melakukan pencegahan terhadap kekerasan di lingkungannya.

“Kami dari RPS sudah melakukan beberapa kegiatan di lingkungan sekolah khususnya tingkat SMP di Kendari. Harapan kami, ada layanan yang disiapkan sekolah. Hal ini juga diatur dalam perundang-undangan yaitu Permendikbud,” ungkapnya.

Kata dia, setiap sekolah harus memiliki tim penanggulangan kekerasan di sekolah. Selain itu, juga harus ada layanan untuk peserta didik berkonsultasi.

Kadikbud Kendari Saemina mengatakan, sumber terjadinya kekerasan di sekolah biasanya diawali dengan candaan yang mungkin berlebihan. Tindakan kekerasan di lingkungan sekolah juga bisa terjadi karena pelaku mengandalkan profesi dari orang tuanya sehingga tidak takut untuk melakukan.

“Orang tua peserta didik ini perlu sekali diberikan dukungan untuk melihat bahwa anak-anaknya seperti ini, kelakuannya seperti ini. Jadi, pendidikan itu bukan cuma tanggung jawab satuan pendidikan, pemerintah, orang tua, dan masyarakat di sekitarnya. Sehingga, bisa menangani tindakan berlebihan,” ujar Saemina.

Kata dia, sulitnya pengawasan terhadap kekerasan di lingkungan sekolah diakibatkan jumlah siswa yang terlampau banyak dibandingkan tenaga pendidik, dan hal itu terjadi di Kota Kendari. Mewujudkan lingkungan pendidikan inklusif disebutnya sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut.

Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kendari, Haslita mengungkapkan, sejak 2023, pihaknya telah menerima dan memproses sekitar 25 kasus kekerasan terhadap anak termasuk di lingkungan sekolah. Namun, pada 2024 terjadi kenaikan sebanyak 9 kasus baik kekerasan fisik, nonfisik, seksual dan lainnya.

“Kasus di SD dan SMP. Belum termasuk kasus yang kami tangani tapi diselesaikan di tingkat sekolah. Kami hanya melakukan pendampingan, tapi kalau ada kasus seperti bullying dan lainnya kami coba selesaikan,” tuturnya.

Ia menyebut, dengan kegiatan yang terselenggara itu, seluruh pihak berkomitmen untuk bersama melakukan pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah. Hal lain yang disepakati yaitu kekerasan yang terjadi itu tidak hanya ditangani oleh pihak sekolah, tetapi kolaborasi antarlembaga. (B/ST)

Kontributor: Ismu Samadhani

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan