8 October 2024
Indeks

KPU Sultra Tak Ingin Persoalan di Wakatobi pada Pemilu 2024 Terulang

  • Bagikan
IMG 4045 KPU Sultra Tak Ingin Persoalan di Wakatobi pada Pemilu 2024 Terulang
Pembukaan kegiatan penyuluhan hukum tindak pidana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024 oleh Ketua KPU Sultra, Asril di salah satu hotel Kendari pada Kamis (22/8/2024). (Ismu/Sultratop.com)

SULTRATOP.COM, KENDARI – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tenggara (Sultra) bertekad untuk mencegah permasalahan yang terjadi di Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 agar tidak terulang di wilayah Sultra.

Untuk itu, KPU Sultra bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra menggelar penyuluhan hukum terkait tindak pidana Pilkada 2024 di salah satu hotel di Kendari pada Kamis (22/8/2024). Kegiatan tersebut diikuti oleh penyelenggara Pemilu, pelajar, insan pers, dan berbagai stakeholder terkait.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Dalam sambutannya, Ketua KPU Sultra, Asril, menjelaskan kegiatan ini bertujuan untuk meminimalisir masalah-masalah yang terjadi pada Pemilu lalu agar tidak terjadi lagi di Pilkada mendatang.

Ia menjelaskan bahwa pada Pemilu 2024 di Sultra, terdapat lima kabupaten yang mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun semua dapat diselesaikan. Asril mengaku sangat terkesan dengan salah satu persoalan yang terjadi di Wangi-Wangi Selatan.

Pada Pemilu 2024, terjadi dugaan pelanggaran berupa penggelembungan suara Caleg NasDem di TPS Wangi-Wangi Selatan.

“Teman-teman PPK sangat mungkin terlibat kolaborasi, dan akhirnya, hal itu terungkap. Jangan sampai masalah seperti ini terulang, karena hal tersebut sangat dekat dengan pidana,” ungkapnya.

Sebagai informasi, dalam kasus di Wakatobi, Bawaslu RI memutuskan adanya pelanggaran administrasi Pemilu oleh KPU Wakatobi setelah adanya laporan dari Dedi Ramanta mengenai kesalahan input data formulir C hasil suara caleg DPR ke formulir D hasil rekapitulasi PPK Kecamatan Wangi-Wangi Selatan.

Keputusan Bawaslu RI tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 001/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/III/2024.

Pada rekapitulasi nasional DPR RI tanggal 13 Maret untuk penghitungan Provinsi Sultra, saksi NasDem melaporkan adanya perbedaan perolehan suara partainya di 92 TPS di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan.

Berdasarkan sinkronisasi, C hasil perolehan suara Partai NasDem sebanyak 34 suara di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan terbagi atas: Ali Mazi 677 suara, Tina Nur Alam 324 suara, Sabaruddin Labamba 22 suara, Sabri Manomang 12 suara, Anna Susanti 8 suara, dan Kerry Saiful Konggoasa 10 suara, dengan total perolehan suara partai dan caleg NasDem sebanyak 1.087 suara.

Namun, dalam form D hasil kecamatan, perolehan suara Partai NasDem bertambah menjadi 2.193, atau terjadi penambahan sebanyak 1.106 suara.

Saat rekapitulasi di KPU Wakatobi, Partai NasDem memperoleh 138 suara, Ali Mazi 3.467 suara, Tina Nur Alam 905 suara, Sabaruddin Labamba 69 suara, Anna Susanti 38 suara, Sabri Manomang 40 suara, dan Kerry 45 suara, dengan total perolehan 4.702 suara.

Dari hasil pemeriksaan dan penelitian Bawaslu, terdapat ketidaksesuaian perolehan suara caleg Partai NasDem Dapil Sultra, yaitu Ali Mazi dan Tina Nur Alam dalam form D hasil kecamatan untuk DPR RI. Ali Mazi dengan nomor urut 1 bertambah 6 suara, sementara Tina Nur Alam dengan nomor urut 2 bertambah 1.100 suara.

Dalam sambutannya, Asril kembali mengingatkan bahwa satu suara saja yang ditambah atau dikurangi dalam Pilkada nantinya akan sangat fatal dan dapat berujung pada pidana. Siapapun yang terlibat dalam pelanggaran tersebut akan dimintai pertanggungjawaban.

Ia juga menekankan pentingnya perhatian terhadap surat menyurat di setiap kabupaten/kota di Sultra. Asril meminta agar memastikan tidak ada surat yang nomornya ditambah satu huruf di belakang angka.

“Itu berbahaya. Bisa disinyalir surat tersebut baru dibuat dalam rangka mem-back up diri dan lembaganya,” tegas Asril.

Sementara itu, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Sultra, M. Zuhri, mengatakan bahwa pihak-pihak yang rentan melakukan pelanggaran pada Pemilu dan Pilkada antara lain anggota masyarakat, kelompok masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh parpol lokal, serta jaringan kelompok masyarakat yang terorganisir.

“Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti kurangnya penanaman pendidikan politik, pendidikan di bawah standar yang membawa pemahaman minim dalam implementasi hak-hak politik, dan lainnya,” ujar Zuhri.

Ia menekankan bahwa hal-hal tersebut harus dipahami untuk meminimalisir adanya tindak pidana pada proses Pilkada 2024 yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga, dan wilayahnya.

“Jujur saja, Pilkada ini tentunya akan lebih panas dibandingkan Pemilu lalu. Ini akan melibatkan lebih banyak kepentingan. Kita harap semoga bisa kita atasi,” tuturnya. (===)

 

Kontributor: Ismu Samadhani

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI

  • Bagikan