SULTRATOP.COM – Ribuan kasus perceraian di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terjadi setiap tahun. Dari tahun 2020 hingga 2023, mayoritas yang mengajukan cerai adalah pihak istri (cerai gugat) dibanding suami yang meminta cerai (cerai talak).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020 di Provinsi Sultra terjadi 2.768 perceraian. Sebanyak 2.068 istri yang meminta cerai, sementara suami yang meminta cerai hanya 699.
Kemudian pada tahun 2021, terjadi 3.822 perceraian. Jumlah istri yang mengugat cerai adalah 2.954 orang, sementara suami yang meminta cerai 868 orang.
Pada tahun 2022 terjadi 4.359 kasus perceraian. Sebanyak 3.349 istri yang meminta cerai dan terdapat 1.010 suami yang meminta cerai.
Pusat statistik hanya menampilkan data dari tahun 2020 hingga 2022. Data terbaru diperoleh redaksi Sultratop di Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara.
Di Pengadilan Tinggi Agama, pada tahun 2023 terdapat 4.312 perkara yang telah diputus dari 4.403 perkara (91 berlanjut ke 2024). Dari jumlah total kasus yang diputus, mayoritas yang meminta cerai adalah istri dengan jumlah 3.322 perkara, sementara suami yang meminta cerai 990 perkara.
Berdasarkan data dari tahun 2020 hingga 2023 tersebut, angka perceraian di Sultra terus meningkat. Kemudian angka istri yang meminta cerai juga cenderung naik dari tahun ke tahun, bahkan di dua tahun terakhir 2022 dan 2023 angkanya sudah menembus 3 ribu lebih.
Sementara jika dihitung jumlah istri yang meminta cerai di Provinsi Sultra dalam kurun waktu 4 tahun dari 2020, 2021, 2022, dan 2023 telah menembus angka total 11.693. Jumlah 11 ribu ini juga menunjukkan berapa banyak yang berstatus janda karena bercerai.
Penyebab kasus perceraian di Provinsi Sultra terlihat pada data tahun 2021 yang di-update oleh BPS. Faktor paling mendominasi adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebanyak 2.885 dari 3.822 kasus cerai.
Pada data tahun 2021 itu juga tercatat faktor meninggalkan salah satu pihak sebanyak 589, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 158, ekonomi 70, mabuk 69, murtad 14, dihukum penjara 11, judi 8, poligami 7, cacat badan 6, kawin paksa 2, zina 2, dan faktor madat (drug) 1.
Sementara pada tahun 2023, berdasarkan informasi dari Pengadilan Tinggi Agama, faktor penyebab cerai paling dominan juga adalah perselisihan dan pertengkaran dengan jumlah 2.772 perkara.
Masih berdasarkan data 2023, faktor meninggalkan salah satu pihak sebanyak 556 perkara, KDRT sebanyak 175, zina 2, mabuk 74, madat 4, judi 17, dihukum penjara 16, cacat badan 3, kawin paksa 2, murtad 25, ekonomi 58, dan faktor poligami 10 perkara. (===)