SULTRATOP.COM, KENDARI – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara (Sultra) memperkuat kegiatan pendataan populasi anoa di wilayah konservasi.
Kepala BKSDA Sultra Sakrianto Djawie mengatakan, berdasarkan perkiraan masih ada sekitar 200 ekor anoa, khususnya di Suaka Margasatwa (SM) Tanjung Peropa yang meliputi wilayah administrasi Kecamatan Laonti, Moramo dan sebagain Kolono dengan luas kawasan 38 ribu hektare.
Selain di situ, di SM Buton Utara (Butur) dengan luas 91 ribu hektare, SM Tanjung Amolengu, Konsel dengan luas 605 hektare dan SM Batikolo, Kolono belum dilakukan pendataan pasti untuk kisaran jumlahnya.
“Ini yang kami perkirakan di wilayah konservasi kita, belum lagi yang dalam hutan lindung dan hutan produksi,” kata Sakrianto saat ditemui di kantornya, Senin (24/6/2024).
Untuk hutan lindung misalnya di Pegunungan Mekongga, Kolaka Utara (Kolut) dan Hutan Produksi di kawasan Matarombeo, Routa dan Kolaka Timur (Koltim). Kata dia, belum ada pendataan dan data yang bisa dihitung dalam kawasan tersebut, tapi dipastikan terdapat habitat anoa.
Di Sultra ada dua jenis anoa yakni anoa dataran rendah dan dataran tinggi. Anoa dataran rendah memiliki postur yang lebih besar dan warna hitam. Sedangkan anoa dataran tinggi lebih kecil dan warnanya cokelat kemerahan.
Sakrianto menjelaskan, sejauh ini pihaknya terus melakukan penguatan untuk mendata jumlah anoa di Sultra melalui metode perhitungan hingga menambah jumlah kamera trap yang dipasang pada jalur atau titik yang dinilai dilewati anoa.
“Jadi jumlah yang saya sebutkan ini data terakhir 2021. Dan kita ingin hitungan terbaru ini benar-benar valid dan bukan dugaan berdasarkan bukti-bukti jejak kaki atau kotoran, tapi benar tertangkap kamera trap,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan anoa. Kata Sakrianto, masa kehamilan anoa bisa mencapai 275 hari atau 1 tahun hingga 1,5 tahun hanya untuk melahirkan satu ekor anak.
Sementara itu, untuk musim kawin anoa jantan dan betina butuh waktu tiga bulan bersama dalam masa birahi. Anoa juga sulit berkembang biak jika merasa terancam dengan aktivitas manusia seperti perambahan hutan. Kegiatan perburuan anoa juga salah satu faktor, terutama perburuan anoa dataran rendah yang mencari pakan di kawasan terbuka.
“Jadi memang banyak faktor yang mempengaruhi kembang biak anoa itu sendiri. Ada lagi kebiasaan anoa, apabila ada 2 jantan ketemu betina, maka dua jantan ini akan beradu terlebih dahulu,” katanya.
Sakrianto berharap ke depan kegiatan pendataan populasi anoa ini bisa berjalan dengan baik, sehingga mereka bisa menginventarisir jumlah populasi anoa di wilayah konservasi Sultra. (—)
Penulis: Ilham Surahmin