SULTRATOP.COM, KENDARI – Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengeluarkan hasil survei elektabilitas calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) di Pilkada 2024 nanti. Dalam survei ini, Andi Sumangerukka atau biasa disapa ASR meraih elektabilitas paling tinggi dibanding calon lainnya.
Peneliti Senior LSI Denny JA, Ikrama Masloman mengatakan, persentase dukungan yang diraih ASR sebesar 15,4 persen. Hasil ini, kata dia, tidak berbeda jauh dengan survei sebelumnya di mana ASR juga tertinggi.
“Yang berbeda posisi kedua diraih Ridwan Bae menggeser posisi Kery Saiful Konggoasa atau KSK. Tercatat Ridwan Bae meraih 11,2 persen sementara KSK 11 persen,” terang Ikrama pada Selasa (30/4/2024).
“Namun masih besar pemilih belum memutuskan pilihan sebesar 10,5 persen,” sambungnya lagi.
Menurut Ikrama, Pilkada Sultra diharapkan menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu membawa perubahan positif bagi daerah tersebut.
Dengan elektabilitas yang terus berubah, para calon gubernur dituntut untuk terus berinteraksi dengan masyarakat, mendengarkan aspirasi mereka, dan menawarkan solusi-solusi yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan di Sultra.
Dalam menghadapi Pilkada 2024, kondisi ekonomi di daerah menjadi sorotan utama bagi para pemilih.
Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh LSI Denny JA, terungkap bahwa mayoritas pemilih di Sultra lebih memilih gubernur yang dianggap mampu menyelesaikan masalah ekonomi daripada mempertimbangkan isu-isu primordial seperti kesamaan etnis.
Salah satu aspek utama yang menjadi pertimbangan utama pemilih dalam memilih pemimpin adalah kemampuan calon gubernur dalam menangani masalah ekonomi.
Data menunjukkan bahwa lebih dari 60% pemilih di Sultra mengutamakan kemampuan calon gubernur dalam menyelesaikan masalah ekonomi, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan dan lapangan pekerjaan.
Kondisi ekonomi yang dianggap rawan di Sultra juga tercermin dari berbagai masalah ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat, seperti harga kebutuhan pokok yang mahal, kesulitan dalam mencari lapangan kerja, infrastruktur yang masih buruk, kendala dalam bertani, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan yang belum maksimal.
Hal ini membuat pemilih cenderung memilih pemimpin yang dianggap mampu memberikan solusi konkret terhadap permasalahan ekonomi yang ada. (—-)