SULTRATOP.COM, KENDARI – Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Kendari melonjak tajam sepanjang 2024. Dinas Kesehatan Kota Kendari mencatat total 1.689 kasus dengan 13 korban meninggal dunia akibat keterlambatan penanganan. Lonjakan kasus ini dipicu oleh tingginya intensitas hujan yang mempercepat perkembangan nyamuk pembawa virus DBD.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Kendari, Ellfi, mengungkapkan bahwa kenaikan kasus DBD pada 2024 sangat signifikan dibandingkan tahun 2023 yang hanya mencatat 253 kasus dengan lima korban meninggal dunia.
“Curah hujan yang tinggi sepanjang 2024 menyebabkan banyak genangan air, terutama di awal tahun ketika beberapa wilayah sempat terendam banjir. Hal ini menjadi tempat ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak,” kata Ellfi kepada Sultratop.com, Jumat (17/1/2025).
Tiga Kecamatan dengan Kasus Tertinggi
Dari 11 kecamatan di Kota Kendari, tiga wilayah dengan kasus DBD tertinggi adalah Kecamatan Baruga, Poasia, dan Wua-Wua. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
“Kami melihat masyarakat masih kurang memperhatikan kebersihan, padahal praktik 3M, yaitu menguras, menutup, dan mendaur ulang barang bekas, merupakan langkah utama untuk mencegah DBD,” ujarnya.
Tanda dan Gejala yang Perlu Diwaspadai
Ellfi menekankan pentingnya mengenali gejala DBD sejak dini untuk menghindari komplikasi. “Jika seseorang mengalami demam tinggi yang tidak kunjung turun meski sudah minum obat, disertai nyeri dan bintik-bintik merah, sebaiknya segera periksa ke fasilitas kesehatan terdekat,” imbaunya.
Menurutnya, keterlambatan penanganan sering kali menjadi penyebab utama kematian akibat DBD. “Sebagian besar korban meninggal karena terlambat menyadari gejala. Akibatnya, pasien mengalami syok, penurunan trombosit, hingga pendarahan yang sulit diatasi,” tambahnya.
Langkah Pencegahan yang Harus Ditingkatkan
Ellfi mengajak masyarakat Kota Kendari untuk lebih aktif menjaga kebersihan lingkungan dan membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
“Dengan meningkatkan kesadaran lingkungan, baik di rumah maupun di sekitar tempat tinggal, kita dapat memutus rantai perkembangan nyamuk pembawa DBD,” ujarnya.
Selain itu, ia berharap masyarakat tidak lagi menganggap gejala DBD sebagai demam biasa. “Sering kali, masyarakat baru memeriksakan diri ke rumah sakit setelah kondisi memburuk. Hal ini harus menjadi perhatian agar tidak ada lagi keterlambatan dalam pengobatan,” pungkasnya. (B/ST)
Laporan: Bambang Sutrisno