SULTRATOP.COM, KENDARI – DPRD Kota Kendari sepakat untuk menutup atau menghentikan sementara aktivitas tambang galian C tanah urugan di Kelurahan Matabubu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari.
Kesepakatan tersebut dicapai oleh lintas komisi, yaitu Komisi I dan Komisi III DPRD Kendari, setelah peninjauan lapangan pada Selasa (1/9/2024), yang didasari oleh aduan masyarakat dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang telah digelar sebelumnya.
Ketua RT 07 Kelurahan Matabubu, Poasia, Hadi, menyatakan bahwa aktivitas tambang galian C di lokasi tersebut sangat berdampak pada masyarakat sekitar.
“Ketika hujan, jalan menjadi licin, rusak, dan menyebabkan kecelakaan. Saat musim kemarau, debu dari jalanan dapat menyebabkan penyakit ISPA pada masyarakat. Selain itu, aktivitas tambang tersebut juga merusak fisik jalan dan tidak memiliki izin,” ungkap Hadi.
Ia menambahkan bahwa pihaknya berharap pemerintah dan DPRD dapat memastikan adanya izin jika tambang ingin terus beroperasi, dengan catatan aktivitasnya tidak mengganggu masyarakat.
Ketua Komisi I DPRD Kendari, Zulham Damu, menyatakan bahwa berdasarkan hasil RDP dan peninjauan lapangan, tambang galian C di lokasi tersebut memang tidak memiliki izin.
“Sudah ada kesepakatan lintas komisi, Komisi I dan III, bahwa aktivitas tambang belum dapat berjalan sebelum izin dikeluarkan,” jelas Zulham.
Ia juga menekankan bahwa keluhan masyarakat terkait dampak tambang akan kembali dibahas dengan masyarakat dan dinas terkait, mengingat kerusakan jalan di lokasi merupakan temuan yang paling mencolok. Masalah tersebut menjadi prioritas DPRD untuk mencari solusi, dan pihaknya berkomitmen menindak tegas segala aktivitas yang melanggar regulasi, khususnya Perda.
Ketua Komisi III, La Ode Azhar, membenarkan bahwa keluhan masyarakat muncul akibat aktivitas tambang tersebut. Oleh karena itu, tuntutan warga agar tambang memiliki izin operasi harus dipenuhi.
“Dampak lingkungan dari aktivitas tambang sangat jelas terlihat. Setiap kendaraan pengangkut diharuskan menutup muatannya dengan terpal, namun kenyataannya aturan tersebut hanya dijalankan secara formalitas tanpa efektivitas,” ujar Azhar.
Azhar mendukung aktivitas tambang selama pemilik lahan segera mengurus izin yang diperlukan, dengan syarat tidak merugikan masyarakat. Menurutnya, lahan tersebut sudah tidak bisa lagi difungsikan sebagai lahan pertanian.
Mengenai persoalan jalan rusak, Azhar berpendapat bahwa kerusakan tidak sepenuhnya disebabkan oleh mobil pengangkut muatan, karena kerusakan jalan berada di pinggiran, sedangkan truk berjalan di tengah jalan.
“Kondisi jalan tadi tidak terlalu bermasalah, kecuali di sekitar BTN, namun kerusakan di sana bukan akibat aktivitas tambang, melainkan pekerjaan lain. Bagaimanapun, perbaikan jalan adalah tanggung jawab pemerintah,” tutupnya. (b/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani