SULTRATOP.COM, KENDARI — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari berkomitmen memperjuangkan kebijakan yang berpihak atau pro kepada rakyat terkait pengelolaan pasir dan tanah urukan di Kecamatan Nambo dan Abeli
Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di kantor DPRD Kendari pada Senin (22/9/2025), bersama Aliansi Masyarakat Nambo–Abeli Menggugat.
Salah satu isu utama yang dibahas dalam RDP tersebut adalah larangan pengelolaan pasir Nambo yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari. Aliansi masyarakat menuntut agar pengambilan pasir dari lahan milik warga yang telah bersertifikat tidak dilarang, karena menyangkut sumber pendapatan masyarakat setempat.
Anggota Komisi I DPRD Kendari, La Ode Lawama, menjelaskan bahwa sebelumnya memang pernah terjadi persoalan terkait pengelolaan pasir Nambo untuk keperluan ekspor. Aktivitas pencucian pasir tersebut menyebabkan pendangkalan di Teluk Kendari, sehingga akhirnya dilarang.
Namun, lanjutnya, mengingat tingginya kebutuhan pasir dan tanah urukan di Kota Kendari, pengambilan pasir dari lahan pribadi seharusnya tidak dilarang, selama dilakukan secara tradisional dan tidak bersifat eksploitasi.
“Kasihan masyarakat. Mereka sudah membayar pajak, mengurus sertifikat, dan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk lahan tersebut. Sekarang malah dilarang mengambil pasir dari tanah sendiri, padahal Kota Kendari sangat membutuhkan material itu. Kalau bukan dari pasir Nambo, kota ini bisa jadi kumuh,” tuturnya.
Menindaklanjuti hal ini, DPRD Kendari berencana menggelar rapat lanjutan bersama tiga pilar, yakni Polres, Pemerintah Kota, dan Kejaksaan untuk mencari solusi terbaik.
Lurah Petoaha, Yamin, mengungkapkan bahwa pengelolaan pasir Nambo oleh masyarakat saat ini dilakukan secara manual dan terbatas di lahan milik sendiri sebagai sumber mata pencaharian.
Menurutnya, sekitar 50 Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Petoaha dan sekitar 100 KK di Kelurahan Tobimeita menggantungkan hidupnya dari aktivitas ini.
“Pembangunan di Kota Kendari pun banyak yang bergantung pada pasir dari Nambo, mulai dari pembuatan paving block, pembangunan rumah pribadi, dan lain sebagainya. Kami dari pemerintah kelurahan berharap aktivitas masyarakat ini bisa segera dilegalkan, agar mereka bisa mengelola wilayahnya sendiri secara sah,” ujar Yamin. (b-/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani