SULTRATOP.COM, KENDARI – Vivi Fatmawaty Ali berbagi suka dan dukanya menjadi hakim perempuan pertama di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Vivi adalah mantan pengacara di Kota Kendari. Ia mengawali kariernya sebagai hakim usai lulus dalam tahapan tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada 2017.
Ia awalnya bertugas di Pengadilan Kelas I Banyuwangi, Jawa Timur selama 2 tahun 6 bulan, sebelumnya akhirnya ditempatkan kembali di PN Andoolo, Konsel.
Menjadi seorang hakim membuat perempuan kelahiran Kendari, 29 Februari 1988 itu harus jauh dari keluarga. Apalagi suaminya juga menjadi hakim dan bertugas di Unaaha, Konawe.
Namun, perempuan yang menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Hukum Unsultra dan S-2 di UHO Kendari ini menepis kesedihan itu. Menurutnya itu sudah risiko pekerjaannya sebagai hakim yang terkadang penempatannya mengharuskan dirinya terpisah dengan keluarga tercinta.
Meski begitu, Vivi mengaku senang menjalani profesi sebagai hakim karena dirinya banyak membantu masyarakat. Ia berprinsip semua orang pada dasarnya baik, namun semua terbentur oleh keadaan serta lingkungan sekitar.
Olehnya itu, Vivi dalam proses sidang perkara tidak menghakimi, tetapi mengarahkan perubahan untuk menggali penyesalan seseorang.
Tak Ada Rumah Dinas
Menjadi seorang hakim terkadang membuat Vivi khawatir dan cemas. Sebab, pekerjaannya rentan mendapat ancaman atau teror jika putusan yang dilakukannya tidak dapat diterima atau tidak memuaskan.
Untuk itu, para hakim utamanya hakim perempuan membutuhkan fasilitas berupa rumah dinas dan juga pengamanan agar nyaman dalam bekerja.
Namun, sejak menjadi hakim dan ditempatkan di PN Andoolo, tak ada rumah dinas dan pengamanan yang disiapkan. Sehingga dirinya harus mencari sendiri rumah warga yang dikontrakkan.
Ia mengakui bahwa ada uang rumah dinas yang diperoleh dari kantor, namun harus mencari rumah dengan pagu yang sama. Jika ada selisih maka biaya tambahan harus dibebankan pada dirinya sendiri.
Ia mengaku bahwa ceritanya itu tidak mewakili hakim perempuan secara keseluruhan, namun ia menceritakan diri dan pengalamannya selama kurang lebih 4 tahun bertugas di PN Andoolo, Konsel. Ia sudah menangani berbagai perkara seperti narkotika, persetubuhan dan pencabulan anak, pencurian, dan lainnya.
Gaji Tak Kunjung Naik
Vivi menyatakan bahwa gaji hakim terakhir kali naik pada 2012 lalu. Sejak saat itu sampai sekarang gaji itu tidak pernah naik lagi. Sementara harga barang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
“Ini saya berbicara untuk wilayah Sultra, bayangkan dengan wilayah timur. Teman-teman di timur kan pasti harga-harga barang itu naik, apa lagi seperti tiket pulang. Kebanyakan kan orang di timur itu berasal dari Jawa dan lainnya. Kita ini bagaimana memikirkan untuk pulang,” ungkapnya.
Meskipun Vivi kelahiran Kendari, namun keluarga besarnya berada di Selayar. Terlebih, ia menikah dengan pria yang berasal dari Riau. Dengan gaji yang tak kunjung naik itu, ia bersama suami berpikir dua kali jika ingin pulang ke kampung keluarga ataupun kampung suami.
Akan rumitnya persoalan yang dihadapi hakim di wilayah Sultra, khususnya Konsel terkait pemenuhan kebutuhan dan fasilitas yang layak, Vivi menaruh harapan besar kepada pemerintah, terutama pada 3 kandidat Capres 2024.
Siapapun yang terpilih nantinya, ia harap kesejahteraan hakim diperhatikan dan hakim perempuan diberikan fasilitas keamanan. Fasilitas keamanan yang ia maksud tidak mesti seorang ajudan, namun cukup rumah dinas dan sekuriti yang bisa berjaga.
Ia mengaku bahwa aspirasi yang disampaikannya itu telah melalui diskusi panjang sejak 2023. Sudah ada beberapa pergerakan yang dilakukan namun lagi-lagi disuruh untuk diam.
Untuk itu, melalui aspirasinya ia ingin keluhannya didengar dan mendapat solusi yang baik dari pemerintah atau presiden. (*)