17 September 2025
Indeks

Cek Kesehatan Mental Gratis Pakai BPJS, Ini Alur dan Jenis Gangguan yang Ditanggung

  • Bagikan
Cek Kesehatan Mental Gratis Pakai BPJS, Ini Alur dan Jenis Gangguan yang Ditanggung
Penanganan kesehatan mental dan jiwa kini ditanggung BPJS Kesehatan. (Istimewa)

SULTRATOP.COM – Masyarakat kini bisa memeriksakan kesehatan mental secara gratis melalui layanan BPJS Kesehatan. Mulai dari deteksi dini, diagnosis, hingga pengobatan gangguan jiwa resmi masuk dalam manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan alur rujukan yang harus diikuti peserta.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti melalui keterangan resminya yang diterima Sultratop.com pada Rabu (17/9/2025) mengatakan, layanan kesehatan jiwa merupakan hak seluruh peserta program JKN.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Menurutnya, layanan kesehatan jiwa tidak boleh lagi dipandang sebelah mata karena merupakan hak fundamental yang wajib dijamin negara.

“BPJS Kesehatan bersama pemangku kepentingan terus memperkuat sistem layanan agar masyarakat yang membutuhkan mendapatkan akses pengobatan dan rehabilitasi,” ungkapnya.

Cek Kesehatan Mental Gratis Pakai BPJS, Ini Alur dan Jenis Gangguan yang Ditanggung
Ghufron Mukti

Ghufron juga mengungkapkan adanya tren peningkatan pemanfaatan layanan kesehatan jiwa dalam lima tahun terakhir. Sepanjang 2020 hingga 2024, total pembiayaan pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit mencapai sekitar Rp6,77 triliun dengan jumlah kasus 18,9 juta.

Skizofrenia menjadi diagnosis dengan beban biaya dan jumlah kasus tertinggi, yaitu 7,5 juta kasus dengan total pembiayaan Rp3,5 triliun. Pada tahun 2024 saja, tercatat 2,97 juta rujukan kasus jiwa dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ke rumah sakit.

Untuk deteksi dini, BPJS Kesehatan juga menyediakan skrining berbasis Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20) yang bisa diakses publik di situs resmi BPJS Kesehatan. “Skrining ini membantu masyarakat mengenali gejala awal gangguan kejiwaan,” jelas Ghufron.

Alur Pemeriksaan Kesehatan Mental

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah menyebut, peserta JKN harus mengikuti alur rujukan secara berjenjang. Pemeriksaan dimulai dari FKTP, seperti puskesmas yang memiliki layanan konsultasi psikolog atau poli jiwa.

Jika puskesmas tidak memiliki layanan poli jiwa, peserta bisa berkonsultasi terlebih dahulu ke poli umum. Dokter umum akan menilai kondisi pasien dan jika diperlukan, menerbitkan surat rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).

Di FKRTL, dokter spesialis jiwa atau psikiater akan menentukan layanan medis yang dibutuhkan sesuai indikasi dan ketentuan yang berlaku.

Jenis gangguan mental yang ditanggung BPJS Kesehatan antara lain depresi, gangguan mood, gangguan psikotik, gangguan disosiatif, gangguan kecemasan, bipolar disorder, Obsessive Compulsive Disorder (OCD), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), skizofrenia, dan gangguan jiwa lainnya.

Penyebab Terganggunya Kesehatan Mental

Psikolog klinis, Tara de Thouars menilai langkah BPJS Kesehatan ini sejalan dengan kebutuhan mendesak dalam mengatasi masalah kesehatan mental di masyarakat.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan 1 dari 10 orang Indonesia mengalami masalah mental. Bahkan, 72,4 persen karyawan yang disurvei juga mengaku mengalami masalah kesehatan mental.

Angka percobaan bunuh diri pun tercatat 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan kasus bunuh diri yang terdata setiap bulan. Tara menyebut pemicunya antara lain tingkat stres tinggi, persaingan kerja, masalah ekonomi, fear of missing out (FOMO), tekanan sebagai sandwich generation, hingga pengaruh media sosial.

Tekanan tersebut memengaruhi emosi, pikiran, dan perilaku seseorang sehingga mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari. Sayangnya, stigma negatif masih melekat kuat di masyarakat, di mana orang dengan gangguan jiwa sering dicap lemah, kurang bersyukur, atau bahkan dianggap aib.

“Stigma ini membuat banyak individu memilih menyembunyikan masalahnya dan enggan mencari pertolongan,” ujarnya.

Ia mengimbau agar masyarakat berhenti memberi label negatif kepada pengidap gangguan mental. Normalisasi yang harus dilakukan bukan pada masalah mentalnya, melainkan pada upaya mencari bantuan profesional melalui psikolog atau psikiater.

“Sebelum kita mengharapkan keadaan menjadi lebih baik untuk diri sendiri dan orang sekitar, mulailah dengan menjaga kesehatan mental, karena tanpa kesehatan mental, apapun tidak akan ada artinya,” tutup Tara. (B-/ST)

Kontributor: Ismu Samadhani

Follow WhatsApp Channel Sultratop untuk update berita terbaru setiap hari

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan