24 December 2025
Indeks

Anak Perempuan di Kendari Rentan Jadi Korban Pelecehan Seksual, Akses Pornografi Jadi Sorotan

  • Bagikan
Anak Perempuan di Kendari Rentan Jadi Korban Pelecehan Seksual, Akses Pornografi Jadi Sorotan
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

SULTRATOP.COM, KENDARI — Kasus pelecehan terhadap anak perempuan di Kota Kendari terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua, terutama di wilayah pusat kota.

Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Kendari, jumlah kasus pelecehan terhadap anak perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020 tercatat sembilan kasus, meningkat menjadi 13 kasus pada 2021, dan 21 kasus pada 2022.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Pada 2023 sedikit menurun menjadi 20 kasus, kemudian naik lagi menjadi 22 kasus pada 2024, dan melonjak tajam menjadi 49 kasus pada 2025.

Kenaikan ini menunjukkan bahwa anak perempuan di Kota Kendari semakin rentan menjadi korban pelecehan. Data tersebut juga menegaskan perlunya langkah-langkah pencegahan yang lebih intensif dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat guna menciptakan lingkungan yang aman bagi setiap anak.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kendari, Fitriani Sinapoy, menyampaikan bahwa perkembangan teknologi digital menjadi salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian dalam upaya perlindungan anak.

Menurut Fitriani, paparan konten pornografi dapat menimbulkan dampak negatif bagi anak.

“Pornografi tidak hanya memengaruhi kesehatan mental, tetapi juga fisik seseorang, sehingga dapat mengganggu aktivitas dan produktivitas keseharian,” kata Fitriani ditemui Rabu (24/12/2025).

Ia menegaskan bahwa konten dewasa, baik di lingkungan anak maupun orang dewasa, tidak seharusnya diakses oleh anak-anak. Oleh karena itu, DP3A terus meningkatkan program pencegahan dengan melibatkan berbagai pihak.

“Kerusakan psikis anak akibat paparan pornografi perlu dicegah melalui kolaborasi antara DP3A, orang tua, media, dan masyarakat,” ujarnya.

Fitriani juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam pengawasan teknologi digital, termasuk media sosial dan gim daring, yang memiliki potensi menghadirkan konten tidak sesuai usia.

Ia mengimbau orang tua untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan gawai pada anak. Pasalnya, anak-anak mudah terpapar konten negatif, bahkan dapat terdorong meniru perilaku yang tidak sesuai.

Direktur Rumpun Perempuan Sulawesi Tenggara, Husnawati, menyatakan bahwa Pemerintah Kota Kendari perlu menyediakan anggaran khusus untuk perlindungan anak dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait.

“Pemerintah perlu lebih aktif memberikan edukasi perlindungan anak di setiap wilayah. Perlindungan anak perempuan tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan, tetapi juga laki-laki,” ujar Husnawati.

Ia menyampaikan bahwa korban pelecehan dan kekerasan seksual sebagian besar merupakan perempuan. Oleh karena itu, peran anak laki-laki dinilai penting dalam upaya pencegahan sejak dini.

Menurut Husnawati, perlindungan terhadap korban telah diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Ia juga menyebutkan masih terdapat korban yang belum melaporkan kasus yang dialami karena rasa takut atau tidak merasa aman. Oleh karena itu keterlibatan seluruh lembaga terkait diperlukan, mulai dari lingkungan keluarga hingga pemerintah.

Terkait dunia pendidikan, Husnawati menilai perlu adanya pembatasan akses internet bagi peserta didik dalam pengerjaan tugas sekolah guna meminimalkan paparan konten negatif.

“Guru perlu memperkuat metode pembelajaran di sekolah agar anak tidak sepenuhnya bergantung pada gawai. Pembatasan penggunaan ponsel juga perlu diterapkan, termasuk di luar jam sekolah,” ujarnya.

Psikolog sekaligus Founder Labirin Children Center/Tabularasa Consulting, Andi Rizky Amelia, menyampaikan bahwa pendidikan seks perlu diberikan sejak dini di lingkungan keluarga dengan pendekatan sesuai usia anak.

“Anak perlu memahami bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, kecuali oleh ibu atau tenaga kesehatan dalam kondisi tertentu,” kata Andi Rizky.

Ia juga menekankan pentingnya membangun keberanian anak untuk menyampaikan pengalaman yang tidak menyenangkan kepada orang tua.
“Anak perlu diajarkan untuk melindungi diri, mencari pertolongan, dan bercerita,” ujarnya.

Sepanjang 2025, Tabularasa Consulting menangani tiga kasus pelecehan terhadap anak perempuan berusia 7 hingga 15 tahun secara mandiri. Selain itu, lima kasus kekerasan seksual berat terhadap anak perempuan dilimpahkan ke lembaga pemerintahan. (A/ST)

Laporan: Bambang Sutrisno

Follow WhatsApp Channel Sultratop untuk update berita pilihan

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan