6 December 2024
Indeks

Umat Hindu Desa Adat Lapoa Gelar Upacara Ngenteg Linggih di Kawasan TNRAW

  • Bagikan
Umat Hindu Umat Hindu Desa Adat Lapoa Gelar Upacara Ngenteg Linggih di Kawasan TNRAW
Umat Hindu di Desa Adat Lapoa, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar rangkaian upacara ngenteg linggih yang berlangsung pada 4 hingga 22 November 2024 di Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW). (Foto: Istimewa)

SULTRATOP.COM, KONAWE SELATAN – Umat Hindu di Desa Adat Lapoa, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar rangkaian upacara ngenteg linggih yang berlangsung pada 4 hingga 22 November 2024 di Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW).

Acara ini dipusatkan di Dermaga Mangrove Lanowulu, yang terletak di wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah II TNRAW.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Salah satu prosesi penting dalam upacara ini adalah pengambilan Tirta Kamandalu di laut lepas Muara Lanowulu, yang memiliki makna mendalam bagi umat Hindu setempat.

Kepala Balai TNRAW Ahmad mengapresiasi pelaksanaan tradisi ini yang memadukan aspek spiritual dengan pelestarian alam. Ia menyebutkan, kegiatan ini menjadi bukti nyata harmoni antara manusia, budaya, dan lingkungan.

“Kawasan taman nasional tidak hanya menjadi kawasan konservasi keanekaragaman hayati, tetapi juga tempat pelestarian budaya yang penuh makna,” ujar Ahmad melalui rilisnya.

Upacara ngenteg linggih sendiri bertujuan untuk mengukuhkan kembali linggih Niyasa, tempat suci untuk pemujaan Ida Sang Hyang Widhi.

Prosesi ini mencapai puncaknya pada Selasa Kliwon, Wuku Tambir, 19 November 2024 dengan upacara memungkah ngenteg linggih Mepedudusan Waraspati Kalpa Agung.

Tradisi ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat Desa Adat Lapoa yang terdiri dari 200 kepala keluarga, mencerminkan kebersamaan dan rasa syukur mereka terhadap anugerah alam.

Ia juga menegaskan pentingnya kolaborasi antara masyarakat adat dan pihak taman nasional untuk melestarikan tradisi sekaligus menjaga lingkungan.

Tradisi sakral ini juga tidak hanya memiliki nilai religius tetapi juga menjadi warisan budaya yang akan dilaksanakan kembali 30 tahun mendatang.

Dengan jarak waktu yang panjang tersebut, pelestarian nilai-nilai spiritual ini diharapkan tetap terjaga untuk generasi mendatang.

Ahmad berharap momentum seperti ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat luas akan pentingnya menjaga budaya dan lingkungan secara bersamaan.

Selain itu, keterlibatan masyarakat adat dalam menjaga ekosistem TNRAW mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak. Dengan semangat gotong royong dan kebersamaan, tradisi ini menjadi wujud nyata dari harmoni yang berkelanjutan, baik untuk pelestarian budaya maupun lingkungan. (b-/ST)

Kontributor: M4
Editor: Ilham Surahmin

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan