31 January 2025
Indeks

Terhimpit Kemiskinan, Anak Guru Honorer di Kendari Derita Gizi Buruk, Butuh Perhatian Pemerintah

  • Bagikan
Terhimpit Kemiskinan, Anak Guru Honorer di Kendari Derita Gizi Buruk, Butuh Perhatian Pemerintah
Seorang anak laki-laki berinisial MAA (7) menderita gizi buruk. (Foto: Bambang Sutrisno/Sultratop.com)

SULTRATOP.COM, KENDARI – Keterbatasan ekonomi membuat MAA (7 tahun), anak seorang tenaga guru honorer di Kendari, harus berjuang melawan gizi buruk. Berat badannya terus menurun hingga hanya 5,8 kilogram. Sang ibu, yang berjuang seorang diri menghidupi delapan anak, berharap ada perhatian dari pemerintah untuk membantu pengobatan putranya.

MAA tinggal di Jalan Teporombua, Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari. Ia lahir prematur pada usia kandungan delapan bulan dengan berat badan hanya 1,7 kilogram. Sejak awal, kondisi kesehatan anak ketujuhnya itu sudah lemah karena kekurangan nutrisi sejak dalam kandungan.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Ibunya, Hasniar, seorang tenaga honorer di satuan pendidikan Kota Kendari, mengaku kesulitan membiayai pengobatan putranya. Dengan gaji Rp1,5 juta per bulan, ia harus mencukupi kebutuhan delapan anaknya.

“Setelah lahir, anak saya hanya seminggu di inkubator. Padahal, normalnya harus 45 hari. Karena keterbatasan biaya dan tidak memiliki BPJS, kami tidak bisa melanjutkan perawatan,” ujar Hasniar, Jumat (31/1/2025).

Pada 2024, ia akhirnya membuat kartu BPJS agar bisa mendapatkan layanan kesehatan untuk anaknya. Namun, kondisi MAA tetap memburuk. Berat badannya yang semula 7,8 kilogram kini turun drastis menjadi 5,8 kilogram. Dalam seminggu terakhir, ia sering muntah-muntah dan harus menjalani perawatan intensif.

“Sebenarnya dia makan seperti biasa, nasi, sayur, ikan, dan minum susu formula. Tapi kondisinya tetap lemah,” katanya.

Hasniar mengakui selama kehamilan, asupan gizinya kurang optimal. Selain keterbatasan biaya, ia juga kerap kehilangan nafsu makan, yang membuat kondisi janinnya semakin rentan.

Meski menghadapi berbagai kesulitan, Hasniar tetap berusaha. Selain mengajar, ia berjualan makanan secara daring untuk menambah penghasilan. Namun, penghasilannya tetap belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kesehatan putranya.

“Saya berharap ada perhatian lebih dari pemerintah. Dulu sempat dibantu, tapi terhenti. Saya berharap bantuan bisa kembali diberikan,” harapnya.

Salah satu tenaga medis yang menangani MAA menyebutkan bahwa bocah tersebut mengalami komplikasi penyakit, termasuk diare akut, demam, batuk, anemia, pneumonia bilateral, gizi buruk, dan down syndrome.

“Untuk anak gizi buruk, indikator keberhasilan pengobatan adalah kenaikan berat badan. Jika beratnya mulai naik, baru bisa dipulangkan,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya edukasi kesehatan bagi ibu hamil. Menurutnya, kurangnya pemantauan medis selama kehamilan dapat berdampak serius pada kesehatan janin.

“Pemeriksaan kandungan seharusnya dilakukan setiap bulan. Konsultasi dengan dokter atau bidan sangat penting untuk memastikan bayi mendapatkan nutrisi yang cukup sejak dalam kandungan,” tambahnya.

Hasniar kini hanya bisa berharap ada bantuan dari pemerintah atau dermawan agar putranya bisa mendapatkan perawatan yang layak dan bertahan dari gizi buruk yang mengancam nyawanya. (A/ST)

 

Laporan: Bambang Sutrisno

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan