30 July 2025
Indeks

Pulau Pendek di Buton: Destinasi Eksotis dengan Kisah Perang Melawan La Bolontio

  • Bagikan
Pulau Pendek di Buton: Destinasi Eksotis dengan Kisah Perang Melawan La Bolontio
Pulau Pendek

SULTRATOP.COM, BUTON — Tak sekadar menawarkan panorama laut jernih dan gugusan karang yang memesona, Pulau Pendek di Kabupaten Buton juga menyimpan jejak kisah sejarah pertempuran legendaris yang nyaris terlupakan.

Di pulau kecil nan eksotis ini, seorang panglima sakti dari Banggai bernama La Bolontio tumbang dalam duel berdarah, menjadi saksi bisu lahirnya Kesultanan Buton yang kelak mengukir sejarah panjang di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Menurut cerita yang masih diingat turun-temurun di Boneatiro, kabar akan datangnya pasukan besar yang dipimpin oleh La Bolontio membuat Kerajaan Buton waspada.

La Bolontio, panglima sakti asal Banggai yang memimpin armada Ternate, datang untuk menuntut balas atas kekalahan pasukan Ternate di masa lalu. Kekalahan sebelumnya itu yang menyebabkan sebagian besar tentaranya menetap di kawasan Kepulauan Tukang Besi dan Kolengsusu yang kini menjadi Kabupaten Wakatobi, tak ingin kembali ke Ternate.

Pasukan itu melaju dari arah Wawonii dan Kendari yang sudah lebih dulu ditaklukkan. Melihat ancaman yang nyata, Raja Mulae dari Kerajaan Buton memilih laut di sekitar Boneatiro sebagai medan tempur, strategis sekaligus dekat dengan jalur masuk musuh.

Buton tak sendiri. Bantuan datang dari tiga hulubalang hebat: Manjawari dari Selayar, Betoambari dari Wajo, dan Murhum putra Raja Muna Sugimanuru. Dalam duel maut yang berlokasi di Bonena Tobungku (hari ini terletak di Desa Boneatiro Barat), La Bolontio akhirnya tewas di tangan Murhum. Gugurnya sang panglima membuat seluruh laskar Ternate menyerah.

Pada akhirnya, La Bolontio dimakamkan di La Kapoluka, wilayah yang tak jauh dari lokasi Pulau Pendek berada kini.

Setelah Raja Mulae wafat, ia kemudian digantikan oleh Murhum sekaligus mengubah status dari Kerajaan Buton menjadi Kesultanan Buton dengan Murhum sebagai sultan pertama.

Kepala Desa Boneatiro Barat, Ilyas, mengatakan kisah ini menjadi bagian dari identitas lokal dan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai simbol keberanian rakyat Buton.

Tak banyak yang tahu, Pulau Pendek dulunya juga pernah dihuni oleh masyarakat. Mereka bermukim di sana dengan mata pencaharian utama bertani dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia, termasuk sebuah sumur tua yang menjadi sumber air bersih utama.

Namun pada awal tahun 1970-an, tepatnya sekitar 1971–1972, seluruh penduduk dipindahkan ke daratan, termasuk ke wilayah yang sekarang menjadi Desa Boneatiro Barat dan sekitarnya. Pemindahan ini dilakukan untuk alasan keamanan dan aksesibilitas hidup yang lebih baik.

Kini, di Pulau Pendek hanya tersisa makam-makam leluhur dan sumur tua sebagai jejak sejarah masa permukiman tersebut. Di tengah keindahan alam yang mendominasi, elemen ini memberi nuansa spiritual dan nilai kultural yang kuat bagi warga sekitar maupun wisatawan yang datang berkunjung.

Lumba-Lumba dan Hiu Paus di Perairan Legendaris

Kini, kawasan yang dulunya jadi saksi duel berdarah, telah berubah menjadi tempat di mana alam menunjukkan sisi damainya. Kawasan perairan Pulau Pendek dikenal sebagai habitat lumba-lumba liar yang bisa disaksikan hampir setiap hari. Mereka berenang dalam kelompok dan kadang melompat seolah menyapa para pengunjung.

“Biasanya pagi hari sekitar pukul 05.30, kita bisa lihat lumba-lumba muncul di lintasan depan Pulau Pendek dan Teluk Woro,” kata Ilyas kepada Sultratop.com.

Tak hanya lumba-lumba, perairan ini juga menjadi jalur migrasi hiu paus (Rhincodon typus), spesies ikan terbesar di dunia. Mereka muncul antara bulan April hingga Agustus.

“Hiu paus yang lebar mulutnya dan lumayan besar itu biasa terlihat saat warga pasang bagang,” tambah Ilyas.

Pulau Pendek juga menyimpan pesona bawah laut yang tak kalah memikat. Karangnya masih alami dan menjadi rumah bagi ikan napoleon, salah satu spesies ikan karang terbesar dan langka di dunia. Kejernihan air serta kondisi lingkungan yang terjaga menjadikan Pulau Pendek sebagai destinasi diving dan snorkeling unggulan.

Akses Menuju Pulau Pendek

Secara administratif, Pulau Pendek berada di wilayah Desa Boneatiro dan Boneatiro Barat, Kecamatan Kapontori, Buton.

Untuk menjangkau Pulau Pendek, wisatawan bisa menempuh perjalanan dari Kota Baubau ke Desa Boneatiro atau Boneatiro Barat, sekitar 38 km dengan waktu tempuh dua jam. Dari sana, dilanjutkan dengan perahu sekitar 15 menit menuju pulau.

Namun, tidak ada kapal tetap yang siaga di dermaga, sehingga wisatawan perlu mencari warga lokal untuk menyewa perahu dengan tarif sekitar Rp500 ribu.

Sebagai pendukung, Desa Boneatiro Barat juga menyediakan homestay dengan tarif terjangkau, antara Rp200–Rp250 ribu per malam.

Pulau Pendek dan sekitarnya adalah contoh nyata bagaimana sejarah, budaya, dan alam berpadu harmonis. Di satu sisi, wilayah ini menyimpan kisah kepahlawanan tentang kemenangan Murhum atas La Bolontio. Di sisi lain, ia menawarkan keindahan laut yang menenangkan—dari lumba-lumba yang menari, hiu paus yang melintas, hingga karang dan ikan tropis yang memukau.

Mengunjungi Pulau Pendek bukan sekadar menikmati wisata bahari, tapi juga menapak jejak sejarah, menyapa masa lalu yang masih hidup dalam sunyi pulau, dan menyelami kearifan lokal yang tetap dijaga dengan penuh cinta. (Ad/ST)

 

Laporan: Tim Redaksi

Follow WhatsApp Channel Sultratop untuk update berita terbaru setiap hari

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan