SULTRATOP.COM, BUTON UTARA – Praktisi hukum Sulawesi Tenggara, Adnan SH MH menilai tindakan Fifin Erlia sebagai langkah fatal dan postensi masuk ranah korupsi. Pasalnya, mantan Ketua Panwascam Bonegunu itu diduga tetap berstatus perangkat desa di Desa Ronta, Kecamatan Bonegunu, Kabupaten Buton Utara, meski telah menjabat sebagai penyelenggara pemilu.
“Kalau dia hanya cuti, maka gaji yang diterima sebagai panwascam juga tidak sah. Intinya secara administratif sudah salah semua,” tuturnya kepada Sultratop, Selasa 7 Oktober 2025.
Fifin yang menjabat Kepala Seksi (Kasi) Pelayanan itu mengaku hanya cuti dari perangkat desa, sementara ke Bawaslu Buton Utara ia melampirkan surat pernyataan pengunduran diri sebagai aparat desa saat dinyatakan lolos seleksi anggota Panwascam.
Lanjut Adnan, merujuk ketentuan Pasal 117 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, ditegaskan bahwa calon anggota panwaslu kecamatan wajib mengundurkan diri dari jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan/atau badan usaha milik negara/daerah, pada saat mendaftar sebagai calon.
“Dengan demikian, perangkat desa yang mendaftarkan diri sebagai calon anggota panwaslu kecamatan wajib mengundurkan diri, bukan mengambil cuti dari jabatannya sebagai perangkat desa,” terang Adnan lagi.
Sejak yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri, maka status hukumnya sebagai perangkat desa telah berakhir secara sah. Oleh karena itu, tidak diperkenankan diangkat kembali dengan menggunakan Surat Keputusan (SK) yang lama, sebab SK tersebut telah kehilangan kekuatan hukum sejak pengunduran diri disetujui.
Apabila perangkat desa yang telah mengundurkan diri tersebut diaktifkan kembali tanpa melalui prosedur pengangkatan baru, maka tindakan tersebut cacat secara administratif karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, apabila yang bersangkutan tetap menerima gaji atau penghasilan sebagai perangkat desa tanpa dasar hukum yang sah, maka pembayaran tersebut dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara dan harus dipertanggungjawabkan secara pidana.
“Yang dipercaya keterangan dari Bawaslu. Kan suratnya masuk ke sana. Intinya, fokus pada persoalan kalau yang bersangkutan telah mengundurkan diri, dan tidak layak lagi duduk sebagai perangkat desa. Kalaupun sekarang menyatakan bahwa dia hanya cuti, maka keterangan itu dapat dinyatakan sebagai keterangan bohong,” jelas pria murah senyum itu.
Alumni Sarjana Hukum Universitas Muhammadiyah Buton ini menambahkan, persoalan krusialnya adalah jika Fifin masih menerima gaji sebagai perangkat desa, maka gaji yang diterima itu tidak sah. Baik Fifin maupun pihak yang mengaktifkannya kembali dapat bersama-sama dilaporkan atas dugaan tindak pidana korupsi.
Ketua Bawaslu Buton Utara, Yayan Irawan yang dikonfirmasi kembali, Senin 6 Oktober 2025, tak mengubah pernyataannya sejak awal. Ia menegaskan Fifin memang telah melampirkan surat pernyataan pengunduran diri.
Katanya lagi, dalam persyaratan seleksi salah satunya tidak boleh rangkap jabatan. Oleh karena itu, ketika terpilih sebagai panwascam, peserta wajib melampirkan surat pernyataan pengunduran diri dari perangkat desa.
“Soal dia tidak akui bahwa dia mengundurkan diri dari perangkat desa, itu soal pribadinya. Tapi soal administrasi, ada semua dokumennya di kantor,” tutup Yayan. (B/ST)
Laporan: M9