SULTRATOP.COM, BUTON – Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Buton berhasil mengungkap kasus pengoplosan beras yang meresahkan masyarakat. Seorang pria berinisial LI (35) ditangkap setelah kedapatan mengoplos beras kualitas rendah dan mengemasnya dalam karung palsu milik Perum Bulog.
Pengungkapan kasus ini bermula dari unggahan di media sosial yang menarik perhatian pihak kepolisian. Wakapolres Buton, Kompol Yulianus, menjelaskan bahwa timnya langsung bergerak setelah melihat postingan dari akun Facebook “Asoy Lemkari Buton.”
“Pengungkapan ini bermula setelah kami mencurigai adanya penjualan yang tidak biasa di media sosial. Kami pun melakukan penyelidikan lebih mendalam, dan pada Selasa, 22 Juli 2025, tim Sat Reskrim mendatangi toko penjual beras di Desa Kondowa, Pasarwajo, milik Wa Santi,” ujar Kompol Yulianus dalam konferensi pers pada Selasa (12/8/2025).
Ia melanjutkan, polisi kemudian melakukan interogasi terhadap pedagang tersebut. Wa Santi mengaku membeli beras itu dari seseorang yang tidak dikenalnya pada 15 Juli 2025. Total ada 153 karung beras kemasan program SPHP dan 11 karung merek Mawar yang dibeli dengan harga Rp70.000 per lima kilogram.
Berdasarkan pengakuan Wa Santi, ia mentransfer uang sebesar Rp12.250.000 ke rekening atas nama LJ, yang belakangan diketahui merupakan kakak kandung LI. LJ sendiri kini sudah menjadi tersangka dalam kasus serupa di Polda Sulawesi Tenggara.
LI yang beralamat di Kabupaten Muna Barat diketahui mengoplos beras lokal dari Konawe. Beras oplosan tersebut dimasukkan ke dalam karung bekas SPHP berukuran 5 kilogram, namun hanya diisi sekitar 4 kilogram. Beras oplosan ini kemudian dijual keliling hingga sampai ke Kabupaten Buton.
Tim Satreskrim Polres Buton kemudian berkoordinasi dengan Direktorat Kriminal Khusus Polda Sultra dan Polres Muna. Berkat kerja sama ini, akhirnya LI berhasil dilacak dan ditangkap di Kota Kendari.
“Berbagai barang bukti berhasil disita, di antaranya 128 karung beras SPHP palsu, tiga gulung benang putih, rekening koran, dan puluhan karung kosong,” pungkasnya.
Atas perbuatannya, LI dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.
Kasat Reskrim Polres Buton, Iptu Bangga P. Sidauruk, menegaskan bahwa beras yang dijual oleh tersangka bukanlah beras SPHP asli dari Bulog.
“Ini adalah beras lokal dari Kendari, bukan SPHP Bulog. Kami menemukan karung-karungnya semua bekas yang dikumpulkan dari Kendari,” jelas Iptu Bangga.
Menurutnya, harga jual beras oplosan ini jauh lebih tinggi daripada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Di Buton, beras oplosan dijual dengan harga Rp70.000 per lima kilogram, padahal HET beras SPHP seharusnya Rp62.500 atau Rp12.500 per kilogram.
Senada dengan Iptu Bangga, Kepala Perum Bulog Cabang Baubau, Hendra Dionisius, mengimbau masyarakat untuk lebih waspada.
Ia menjelaskan bahwa beras SPHP Bulog yang asli kini menggunakan kemasan dengan logo Kemenko Pangan. Ia juga mengimbau agar karung beras SPHP yang sudah kosong segera digunting di bagian atas setelah dibeli dan dimusnahkan.
“Langkah ini diambil untuk menghindari karung SPHP dijual kembali oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Beras SPHP diwajibkan untuk dijual langsung kepada konsumen akhir,” tegas Hendra.
Ia menambahkan, pemusnahan karung bekas SPHP diharapkan dapat mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. (B/ST)
Laporan: Adam