SULTRATOP.COM, KENDARI – Penerapan pidana kerja sosial sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru akan mulai diberlakukan di Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 2026, menyusul penandatanganan kerja sama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) di salah satu hotel di Kendari pada Rabu (10/12/2025).
Kesepakatan ini menjadi langkah awal untuk memastikan hukuman alternatif tersebut diterapkan secara terukur, terkoordinasi, dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka (ASR), mengatakan bahwa pada 2026 akan mulai diberlakukan KUHP baru yang memuat sejumlah perubahan, termasuk hadirnya pidana kerja sosial sebagai alternatif hukuman penjara.
“Pidana ini merupakan alternatif yang sangat relevan dengan penegakan hukum saat ini. Kebijakan ini memberikan ruang bagi terpidana untuk menjalani hukuman yang bersifat edukatif, konstruktif, dan memberi manfaat langsung kepada masyarakat,” ucap ASR.
Ia menjelaskan, pidana kerja sosial juga selaras dengan prinsip restorative justice yang mengedepankan pemulihan keadaan, bukan semata-mata pembalasan. Dalam konteks ini, kerja sama Pemprov dan Kejati menjadi instrumen penting untuk memastikan regulasi tersebut dapat diimplementasikan secara efektif dan sesuai standar.
Sebagai tindak lanjut kerja sama, Gubernur ASR menginstruksikan seluruh perangkat daerah untuk segera menyusun standar operasional prosedur (SOP) dan pedoman teknis yang selaras dengan kejaksaan. Ia juga meminta agar lokasi kerja sosial disiapkan dengan baik—layak, aman, dan memberi manfaat publik serta mendorong kolaborasi lintas perangkat daerah dalam sektor lingkungan, sosial, kebencanaan, pekerjaan umum, hingga pelayanan masyarakat.
Selain itu, evaluasi berkala diminta dilakukan untuk mengukur efektivitas, tantangan, dan dampak pelaksanaan pidana kerja sosial bagi masyarakat.

Plt Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Undang Mugopal, menegaskan bahwa KUHP baru akan resmi berlaku pada 2 Januari 2026. Ia berharap implementasi pidana sosial dapat berjalan optimal melalui kerja sama pemerintah daerah dengan kejaksaan negeri (Kejari) setempat.
“Pemda boleh menentukan bentuk sosial apa yang harus diberikan kepada terpidana. Pemda juga harus menyiapkan pelatihan dan pendidikan untuk para terpidana sehingga mereka akan mendapatkan skill yang bagus jika dia sudah menjalani pidana sosialnya,” ujarnya. (A/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani


















