21 November 2024
Indeks

Netralitas ASN Dilanggar, Kepala Puskesmas di Kolaka Timur Jadi Tersangka

  • Bagikan
4fbd3f73 f1de 4af0 8900 fda93cb285b2 Netralitas ASN Dilanggar, Kepala Puskesmas di Kolaka Timur Jadi Tersangka
Kepala Puskesmas Tinondo, Kabupaten Kolaka, Sulkarnain (tengah). (Foto: Istimewa)

SULTRATOP.COM, KOLTIM – Kepala Puskesmas Tinondo, Sulkarnain, diduga kuat melanggar netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur. Dugaan pelanggaran ini menyebabkan penyidik Gakkumdu Polres Kolaka Timur menyerahkan tersangka dan barang bukti terkait tindak pidana pemilihan kepada Kejaksaan Negeri Kolaka pada Kamis (14/11/2024) pukul 11.30 Wita.

Langkah penyerahan ini dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21 sesuai dengan surat Nomor B-1070/P.3.12/Eku.1/11/2024, yang diterbitkan pada 13 November 2024. Tersangka ditetapkan setelah polisi menerima laporan pada 29 Oktober 2024 melalui Laporan Polisi Nomor LP/B/27/X/2024/PolresKoltim/PoldaSultra.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Proses penyerahan tahap II di Kantor Kejaksaan Negeri Kolaka berjalan lancar dan kondusif, didampingi Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S) Bawaslu Kolaka Timur beserta staf.

Koordinator Gakkumdu dari kepolisian yang juga Kasat Reskrim Polres Kolaka Timur, AKP Harry Prima menjelaskan bahwa penetapan Sulkarnain sebagai tersangka dilakukan berdasarkan bukti yang cukup sesuai Pasal 184 KUHAP, termasuk bukti elektronik.

Foto yang memperlihatkan Sulkarnain berada di posko salah satu pasangan calon tersebar luas di media sosial. Dalam foto tersebut, Sulkarnain terlihat mengenakan topi merah dan mengacungkan jempol, yang diduga sebagai bentuk dukungan politik.

Berdasarkan bukti ini, Sulkarnain dikenakan Pasal 188 ayat (1) juncto Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020.

Ancaman hukuman untuk pelanggaran ini adalah pidana penjara minimal satu bulan hingga maksimal enam bulan, atau denda minimal Rp600 ribu hingga maksimal Rp6 juta. Penyerahan kasus ini merupakan salah satu langkah penegakan hukum dalam pemilihan umum, khususnya untuk menjaga netralitas ASN yang penting dalam proses demokrasi. (B-/ST)

 

Penulis: Bambang Sutrisno

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan