SULTRATOP.COM, BOMBANA – Di perairan Pulau Kabaena, terbentang sebuah pulau kecil berbentuk setengah lingkaran. Dari ketinggian, ia tampak seperti bulan sabit yang jatuh ke atas laut biru.
Saat malam bulan purnama, pasir putihnya memantulkan cahaya rembulan, bersinar keperakan dalam sunyi. Inilah Pulau Sagori, permata alam yang terletak di Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana.
Perairannya tenang dan jernih. Dari atas bukit di Pulau Kabaena, panorama Sagori menyuguhkan gradasi warna yang memesona: biru tua di laut dalam, biru muda di tepian, hijau dari pepohonan cemara, dan putih dari pasirnya yang memeluk daratan.
Di balik pesonanya, Pulau Sagori menyimpan kisah yang lebih dari sekadar pemandangan. Kawasan ini menyimpan legenda, sejarah, dan mitos yang diwariskan turun-temurun oleh para leluhur Kabaena.
Ilfan Nurdin, tokoh masyarakat Pulau Kabaena, menceritakan legenda lama yang dipercaya sebagai asal-usul nama pulau ini. Dahulu, masyarakat Kabaena yang bekerja sebagai nelayan sering melakukan meoti, yakni mencari ikan di genangan air laut yang tertinggal saat air surut.
Suatu hari, mereka menemukan seekor kima raksasa di dalam genangan itu. Saat dibuka, di dalamnya terdapat seorang gadis cantik yang terbaring lemah.
“Dia dianggap bukan manusia biasa. Mungkin dari kayangan,” tutur Ilfan kepada Sultratop.com.
Para nelayan mengangkatnya ke daratan berpasir. Sebelum mengembuskan napas terakhir, gadis itu hanya sempat menyebut satu kata: “Sagori”. Sejak saat itu, nama itulah yang melekat pada pulau ini.
Dalam bahasa lokal, Sagori juga berarti bulan sabit, mengacu pada bentuk pulau yang melengkung jika dilihat dari ketinggian.
“Segitiga Bermuda” Kabaena
Di sisi lainnya, perairan di sekitarnya dikenal ganas, bahkan disebut-sebut sebagai “Segitiga Bermuda”-nya Kabaena. Banyak kapal karam dan hilang tanpa jejak di kawasan ini. Entah karena menabrak karang, atau karena ombak besar yang datang tiba-tiba tanpa peringatan.
Laut Sagori dipercaya memiliki palung yang sangat dalam. Beberapa ekspedisi lokal membenarkan adanya cekungan laut yang ekstrem. Di sanalah, menurut cerita rakyat, bersemayam makhluk sakral: Imbu, gurita raksasa penjaga lautan.
Kisah Imbu bermula dari kekacauan politik di masa lalu. Konon, saat terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Kabaena, seorang bangsawan melarikan diri ke Tabaro—sebuah pulau kecil di selatan Kabaena—bersama istrinya dan para pengikutnya.
Setiap malam bulan purnama, sang suami bersemedi, memohon kepada penguasa alam gaib agar Kabaena kelak dipimpin oleh raja yang adil dan bijak. Pada suatu malam, istrinya bermimpi suaminya pulang dan menghamilinya. Namun, dalam legenda itu, sang istri sesungguhnya tidak bersatu dengan suaminya, melainkan dengan dewa yang menyamar.
Dari mimpi itulah lahir makhluk setengah manusia, setengah gurita, yang kelak disebut Imbu. Setelah menjalani ritual khusus, Imbu dilepas ke laut antara Tabaro dan sebuah pulau tak bernama. Ia tumbuh menjadi penjaga gaib laut Kabaena.
Namun sebelum Imbu laki-laki muncul, telah lebih dahulu dikenal sosok Imbu perempuan—makhluk ganas yang diyakini menyeret kapal-kapal yang berniat jahat ke dasar laut.
Dalam kepercayaan masyarakat lokal, saat ada kapal yang berniat jahat, Imbu laki-laki muncul sebagai cahaya terang. Ketika pengemudi kapal lengah, Imbu perempuan akan menciptakan pusaran air dan menarik kapal itu ke dasar laut.
“Sampai sekarang, saat malam hari, kalau laut sedang ramai ikan, lalu muncul dua cahaya ke langit seperti senter, itu pertanda badai akan datang. Biasanya nelayan langsung balik arah. Itu diyakini sebagai pasangan Imbu yang sedang berjaga,” kata Ilfan.
Menurut catatan adat, lima kapal VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) dikabarkan karam pada tahun 1650 saat dalam perjalanan menuju Kesultanan Ternate. Mereka disapu badai di musim barat. Kelima kapal itu adalah: De Teger, Berknop Zoon, Ante Kerke, De Loewitpart, dan De Yuver.
Pulau Sagori bukan hanya bentang alam atau kisah legenda. Ia juga merupakan tempat peristirahatan para Raja Kabaena, menjadikannya wilayah sakral yang dijaga dengan adat dan penghormatan.
Bagi Ilfan dan masyarakat setempat, semua ini bukan sekadar mitos. Legenda, sejarah, dan gejala alam saling terhubung dalam keyakinan mereka.
“Kami tidak menyembah laut, tapi kami menghormatinya. Karena di sanalah leluhur menjaga kami,” pungkas Ilfan.
Kini, Pulau Sagori mulai menarik perhatian wisatawan, termasuk dari mancanegara. Mereka datang bukan hanya untuk menyelam atau snorkeling, tetapi juga untuk mengenal sejarah dan cerita rakyat pulau ini. (Ad/ST)
Laporan: Tim Redaksi