SULTRATOP.COM – Dibungkus sebagai simbol kemajuan layanan kesehatan dan kebanggaan daerah, proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tipe C Kolaka Timur (Koltim) sepertinya lebih manjur menyembuhkan kantong pejabat ketimbang derita rakyat.
Bupati Kolaka Timur Abdul Azis kini menjadi “pasien” terbaru KPK. Ia diamankan lewat operasi tangkap tangan (OTT) dalam dugaan korupsi proyek infrastruktur bernilai fantastis, Rp126,52 miliar.
Dari proyek itu, sang bupati diduga mengantongi komitmen fee sebesar 8 persen atau setara Rp9 miliar, yang diduga sebagian telah mengalir untuk kepentingan pribadinya, termasuk membeli iPhone 16 Pro Max.
Rp9 miliar mungkin terdengar kecil dibanding total anggaran 100 miliar lebih, tapi di dunia konstruksi, setiap rupiah punya “nyawa”. Bayangkan, uang yang mestinya untuk memperkuat kualitas struktur bangunan, atau menambah fasilitas publik, justru terpotong untuk hal di luar proyek.
Hasilnya? Bisa saja ada spesifikasi yang dipangkas, kualitas yang diturunkan, atau bangunan yang tak sekuat yang dijanjikan di atas kertas.
Bagi masyarakat, ini bukan sekadar angka di laporan keuangan, ini soal hak mereka atas pembangunan yang layak, aman, dan bermanfaat jangka panjang. Sesungguhnya, setiap rupiah yang “dicubit” adalah janji pembangunan yang ikut menguap.
Program peningkatan kelas RSUD Kolaka Timur sejatinya menjadi bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) atau Quick Wins Kementerian Kesehatan, sebuah inisiatif yang dirancang untuk memperkuat layanan penyakit katastropik jantung, kanker, dan stroke di daerah terpencil. Dengan begitu, RSUD Kolaka Timur yang semula berstatus tipe D, direncanakan naik kelas menjadi tipe C.
Ironisnya, “penyakit” yang justru cepat ditangani bukanlah serangan jantung warga, melainkan serangan korupsi yang menjangkiti proyek ini. Dari rencana warga yang akan jadi pasien di rumah sakit, kini justru sang bupati yang jadi “pasien” KPK.
Padahal, progres pembangunannya telah melewati 27 persen. Bahkan, pembangunan RSUD Tipe C Kolaka Timur ini menjadi yang tercepat progresnya dari 12 penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) PHTC secara nasional.
“Capaian ini adalah hasil kerja keras dan kolaborasi seluruh tim di lapangan. Semoga pembangunan berjalan lancar hingga tuntas, demi pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk masyarakat,” tulis Abdul Azis melalui akun Instagram miliknya @abdazisofficial pada 30 Juli 2025.
Dari unggahan di akun media sosialnya, Abdul Azis memang tampak serius meninjau langsung proyek ini. Dengan pakaian dinas, sepatu bot, helm, dan rompi pengaman, Azis masuk langsung ke dalam lokasi proyek berbincang dengan para pekerja, dan menanyakan perkembangan pembangunan.
“Jadi nanti untuk mungkin menjadi rujukan juga kabupaten lain ya. Kiat-kiat apa mungkin,” tutur Abdul Azis dalam video Instagram miliknya pada 1 Juli 2025 ketika progres pembangunan 17,5 persen. Ia merespon pernyataan bahwa progres kabupaten lain masih di bawah 9 persen sehingga Koltim diundang pemaparan di Kemenkes karena dianggap paling cepat proresnya.
Dalam dokumen yang diterima Sultratop.com, proyek senilai Rp126,52 miliar ini meliputi pembangunan tambahan fasilitas seluas lebih dari 7.000 meter persegi, termasuk ruang operasi, ruang rawat inap sesuai standar tipe C, ICU, Cathlab (Catheterization Laboratory) dan ICVCU (Intensive Cardiovascular Care Unit), ruang radiologi modern seperti CT-Scan dan mamografi, serta ruang penunjang lainnya.
Proyek dengan skema kontrak rancang bangun satu tahun anggaran itu ditargetkan rampung dalam 300 hari kerja pada 2025, dengan dukungan konsultan manajemen konstruksi untuk memastikan mutu, waktu, dan biaya sesuai standar.
Namun, di tengah urgensi proyek yang vital ini, KPK melakukan OTT terkait proyek ini. Kasus ini menjadi pukulan telak bagi tata kelola pemerintahan daerah dan memperlihatkan betapa rentannya proyek-proyek strategis terhadap praktik korupsi. Keberlanjutan proyek RSUD Tipe C Kolaka Timur kini sepenuhnya bergantung pada proses hukum yang tengah berjalan di KPK. (===)
Catatan: Redaksi Sultratop