SULTRATOP.COM, KENDARI – Mantan Kepala SMKN 2 Kendari, MFS (58), resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan dana bantuan pemerintah senilai Rp2,3 miliar. Akibat tindakannya, ia terancam hukuman penjara hingga 12 tahun.
Korupsi tersebut terkait proyek pembangunan ruang praktikum siswa (RPS) di SMKN 2 Kendari, yang seharusnya selesai pada 2021 namun disalahgunakan oleh tersangka.
Perkara tersebut dinyatakan lengkap atau P-21. Polresta Kendari telah menyerahkan tersangka beserta barang bukti kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari pada Selasa (22/10/2024).
Kasat Reskrim Polresta Kendari, AKP Nirwan Fakaubun, membenarkan hal tersebut.
“Betul, kasus korupsi masih pada tahap dua,” katanya melalui rilis pers.
Nirwan menjelaskan bahwa ASN berinisial MFS terbukti melakukan korupsi terkait dana bantuan pembangunan fisik re-desain ruang praktikum siswa (RPS) teknik pemesinan di SMKN 2 Kendari.
Kasus ini bermula ketika SMKN 2 Kendari ditetapkan sebagai penerima bantuan pemerintah dalam program pengembangan sekolah menengah kejuruan pusat keunggulan pada 2021. Berdasarkan Keputusan Dirjen Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, SMKN 2 Kendari menerima alokasi dana sebesar Rp2,3 miliar (Rp2.315.110.000).
“Anggaran tersebut dialokasikan untuk renovasi teknik pemesinan, pekerjaan sanitasi, interior dan perabot, perencanaan dan pengawasan, biaya pengelolaan, serta pekerjaan non-fisik,” ungkapnya.
Proyek tersebut dimulai pada 28 Mei 2021 dan dijadwalkan selesai pada 10 Desember 2021. Namun, MFS yang saat itu menjabat sebagai Kepala SMKN 2 Kendari sekaligus pengelola anggaran, menyalahgunakan dana tersebut.
“Kami sudah mengantongi dan menyita sejumlah barang bukti yang kini dilimpahkan ke Kejari Kendari,” ujar Nirwan.
MFS kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara. (B-/ST)
Penulis: Bambang Sutrisno