SULTRATOP.COM, KENDARI – PT Albar Jaya Bersama (AJB) yang merupakan perusahaan di bidang kontraktor tambang PT Ifish Deco Tbk di Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) disoal ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal itu terkait upah karyawan, BPJS, dan jam kerja karyawan.
Persoalan tersebut kemudian dimediasi oleh Disnakertrans Sultra terkait penanganan kasus berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Selasa (16/7/2024).
Salah satu mantan karyawan PT AJB, Ahmad Ariansyah mengatakan, mediasi tersebut untuk kedua kalinya. Mediasi awal dilakukan di Disnaker Kabupaten, tetapi ada proses tahapan-tahapan lanjutannya.
“Yang pertama masalah upah tenaga kerja yang tidak sesuai dengan UU ketenagakerjaan. Yang kedua masalah BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, dan jam-jam kerja yang tidak sesuai UU ketenagakerjaan. Itu yang menjadi landasan kami untuk melaporkan,” ungkapnya.
Ia menyatakan, selama 5 tahun berdirinya PT AJB yang bergerak di penjualan domestik dan ekspor ore nikel itu tidak membayarkan upah karyawan sesuai UU. Hal itu juga diamini oleh salah satu pekerja PT AJB, Satriawan yang mengakui dibayar oleh perusahaan dengan gaji pokok Rp1,5 juta per bulan untuk mengemudikan mobil pengangkut.
“Saya digaji Rp1,5 juta per bulan. Bayaran lainnya per rit ada Rp45 ribu, ada Rp50 ribu per rit. Jam kerja juga kadang dari pagi sampai sore, sore sampai malam bahkan sampai subuh,” tuturnya.
Kuasa hukum pekerja, Firdaus menyatakan, pihak perusahaan melanggar pasal 185 UU Cipta Kerja bahwa ketika memberikan upah di bawah UMP atau UMR maka pidana kurungan 1 tahun atau denda minimal Rp100 juta maksimal Rp400 juta.
Kata dia, hingga saat ini belum ada titik terang persoalan itu dan akan dilanjutkan pada mediasi berikutnya. Ia harap perusahaan mempunyai iktikad baik untuk memperbaharui sistemnya dan memberikan hak pekerja.
“Tapi kalau misalnya masih ada pro kontra yang tidak sesuai harapan kami, maka kami akan tetap maju sampai PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) bahkan sampai ada titik temu yang lain,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum PT AJB, Alvian Silondae mengatakan, Ahmad Ariansyah memang pernah bekerja di perusahaan tapi dalam masa percobaan dan selebihnya tidak bekerja.
“Waktu bipartit (perundingan) pertama dia sampaikan dia mengundurkan diri, bipartit kedua dia iyakan alasannya kami bahwa benar dia dikasi Rp1,5 juta, dikasi cuma-cuma tanpa ada kerja. Karena bahasa kasarnya tidak enaknya dia lakukan demo, jadi nih bagianmu,” ungkap Alvian.
Sementara untuk Satriawan, ia mengakui bahwa bipartit pertama dan kedua tidak hadir. Kata Alvian ia hadir di mediasi pertama dan sudah disampaikan dan diamininya bahwa belum ada PHK. Ia tidak masuk kerja sejak April hingga Juli 2024.
Pihaknya telah mengeluarkan surat panggilan pertama dan kedua namun Satriawan hanya datang dan tidak mau bekerja hingga saat ini. Olehnya itu, perusahaan masih membuka pintu untuk Satriawan jika masih ingin bekerja dengan status yang sama yaitu karyawan tetap.
“Untuk bilang BPJS, kan ada BPJS-nya. Bahkan setiap bulan kita kasikan Rp1,5 juta yang seharusnya kan tidak boleh karena dia tidak pernah hadir. Seandainya dia hadir akan memenuhi upah minimum,” tutur Alvian.
Fungsional Mediator Madya Disnakertrans Sultra, ST Kariani mengatakan, hasil mediasi tersebut yaitu segala tuntutan pekerja yang melanggar aturan harus dihindari pengusaha dan harus dibuatkan pernyataan di hadapan mediator.
“Yang belum dinyatakan PHK oleh pihak pengusaha (Satriawan) saya arahkan dulu dia runding. Tapi, saya sudah sampaikan kalau masih ada keinginan untuk melanjutkan hubungan kerja kenapa tidak? Karena ini kan kesalahan informasi saja? Kalau sudah tidak ada kecocokan lagi harus ada ketegasan dari pihak pengusaha bahwa ‘saya tidak mau lagi ada hubungan kerja’ berarti harus dibayar hak-haknya sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya. (===)
Kontributor: Ismu Samadhani