SULTRATOP.COM, KONAWE SELATAN —Kabupaten Konawe Selatan, salah satu lumbung padi terbesar di Sulawesi Tenggara, selama ini menghadapi permasalahan serius terkait limbah sekam padi. Tumpukan sekam padi sisa penggilingan yang hanya sedikit dimanfaatkan sebagai pupuk, selama ini banyak yang dibakar atau dibiarkan menumpuk, menyebabkan polusi udara dan pencemaran lingkungan yang serius.
Kini, persoalan tersebut mulai teratasi berkat Program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang terintegrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Halu Oleo (UHO). Melalui program yang dilaksanakan di Desa Sandey, limbah sekam padi berhasil diolah menjadi bahan baku bernilai tinggi untuk produksi batako interlock ramah lingkungan.
Program inovatif ini dipimpin oleh Dr. Edward Ngii. Tim pelaksana menggunakan formula khusus dengan memanfaatkan komposisi campuran Semen : Pasir : Abu Sekam Padi dengan perbandingan 1:2:3. Hasilnya, batako interlock yang dihasilkan lebih ringan, kuat, dan ekonomis dibanding batako konvensional.

“Kabupaten Konawe Selatan menghasilkan sekam padi hingga ratusan ton setiap tahunnya. Daripada terus menjadi masalah lingkungan, kami mengolahnya menjadi substitusi material bangunan yang lebih ramah lingkungan dan berbiaya rendah,” jelas Dr. Edward Ngii.
Inovasi ini tidak hanya berhenti pada tahap formulasi. Tim dosen pendamping (DPL) dan mahasiswa KKN Tematik Fakultas Teknik UHO turut melibatkan UMKM Zidan Roster, pengrajin batako lokal, melalui pelatihan produksi. Kini, para pengrajin telah mampu memproduksi batako interlock menggunakan abu sekam padi tanpa mengurangi standar mutu seperti kuat tekan dan daya tahan.
Inovasi ini diharapkan tidak hanya membantu mengurangi limbah sekam padi, tetapi juga mendorong pemanfaatan sumber daya lokal menjadi produk bernilai ekonomi tinggi, sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan di Konawe Selatan. (—)















