SULTRATOP.COM, KENDARI — Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) penyalahgunaan wewenang terkait pengelolaan nikel.
Dengan penetapan ini, jumlah total tersangka dalam kasus tersebut kini mencapai sembilan orang. Dua tersangka baru tersebut berinisial RM, seorang pihak swasta yang berperan sebagai perantara dalam pengurusan RKAB PT AM, dan AT, seorang Inspektur Tambang dari Kementerian ESDM Republik Indonesia.
Penetapan keduanya merupakan hasil pengembangan dari kasus sebelumnya yang melibatkan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Kolaka dalam penerbitan izin sandar dan berlayar kapal pengangkut nikel.
Kapal-kapal tersebut diketahui menggunakan dokumen palsu dari PT AM, yang beroperasi melalui terminal khusus (jetty) milik PT KMR.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra, Abdul Rahman, menjelaskan peran masing-masing tersangka. RM, sebagai perantara, diminta oleh tersangka MM (yang telah ditahan) untuk mengurus dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2023 milik PT AM. Atas jasanya tersebut, RM menerima imbalan senilai miliaran rupiah dari MM.
“Sebagian besar uang tersebut kemudian didistribusikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengurusan dokumen, termasuk kepada tersangka AT,” bebernya, Jumat (19/9/2025).
Sementara itu, tersangka AT yang pada tahun 2022 merupakan anggota Tim Pembinaan dan Pengawasan (Binwas) Kementerian ESDM, diduga menerima permintaan dari RM untuk menyusun dokumen RKAB PT AM tahun 2023 yang tidak sesuai fakta.
Dokumen tersebut disusun seolah-olah PT AM telah melakukan kegiatan penambangan pada tahun 2022. Dokumen palsu itulah yang kemudian disetujui oleh Kementerian ESDM.
Selanjutnya, dokumen RKAB ilegal tersebut dijual oleh tersangka MM kepada sejumlah pembeli (trader) dengan harga fantastis, yakni sekitar USD 5–6 per ton. Sebagai imbalan atas pembuatan dokumen palsu tersebut, AT menerima uang ratusan juta rupiah dari RM, baik secara tunai maupun melalui transfer.
“RKAB PT AM yang tidak sah ini digunakan sebagai dasar untuk mengangkut nikel yang diduga berasal dari bekas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT PCM, yang sudah tidak aktif. Kegiatan penambangan ilegal ini dilakukan melalui pelabuhan jetty milik PT KMR,” jelas Abdul Rahman.
Secara keseluruhan, lanjutnya, jumlah ore nikel yang dijual dengan menggunakan kuota RKAB palsu PT AM diperkirakan mencapai 480 ribu ton. Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian yang sangat besar, yakni mencapai Rp233 miliar, berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ia menyebut, hingga saat ini, penyidik telah menetapkan total sembilan tersangka, yakni, ES dan HH (pihak PT PCM), MM, MLY, dan PD (pihak PT AM), RM dan HP (perantara PT AM), lalu AT (Binwas Kementerian ESDM), kemudian, SPI (Kepala KSOP Kolaka).
Untuk tersangka RM dikenakan, Pasal 2 ayat (1), Jo Pasal 3, Jo Pasal 5, Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 56 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sementara itu Untuk tersangka AT dikenakan, Pasal 2 ayat (1), Jo Pasal 3, Jo Pasal 12 huruf a, Jo Pasal 12 huruf b, Jo Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 56 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (B/ST)
Laporan: Adam