11 August 2025
Indeks

Dulu Tempat Rendam Ubi Beracun, Kini Wakante Jadi Primadona Wisata di Muna Barat

  • Bagikan
Dulu Tempat Rendam Ubi Beracun, Kini Wakante Jadi Primadona Wisata di Muna Barat
Kolam ikan dan kolam permandian di mata air Wakante. (Foto: Dok. Sultratop)

SULTRATOP.COM, MUNA BARAT — Di balik kejernihan airnya dan rimbunnya pepohonan yang mengelilingi, Permandian Wakante di Desa Latugho, Kecamatan Lawa, Muna Barat, menyimpan sejarah panjang sebagai tempat merendam ubi hutan beracun agar aman dikonsumsi.

Sekitar tahun 1970-an, masyarakat dari kampung lama (kawasan kering dan tinggi) mulai bermigrasi ke Latugho karena krisis air bersih. Mereka membuka lahan di tengah hutan dan menemukan sumber mata air di sebuah rawa yang dibatasi aliran kali kecil. Dari kata “kante” yang bermakna ‘antara kali dan mata air yang dibatasi batu, lahirlah nama “Wakante”.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Ubi hutan yang digunakan warga bukanlah jenis umbi biasa. Ubi jenis ini mengandung zat beracun yang bisa membahayakan bila dikonsumsi langsung. Namun bagi masyarakat Lawa tempo dulu, ubi ini justru menjadi salah satu sumber pangan utama, terutama saat paceklik melanda dan hasil kebun tak mencukupi kebutuhan harian.

Di tengah keterbatasan akses dan minimnya pilihan makanan, warga menggantungkan hidup pada hasil alam yang tersedia. Mereka pun mewarisi cara tradisional mengolah ubi hutan agar aman dikonsumsi: direndam berhari-hari di mata air Wakante. Proses perendaman ini mampu menghilangkan racun secara alami, hingga umbi siap dimasak.

Kini, tempat itu telah bertransformasi. Sudah jarang ditemukan ada yang datang merendam ubi hutan. Mata Air Wakante telah menjadi salah satu destinasi wisata andalan yang selalu ramai dikunjungi.

Air di Permandian Wakante terlihat jernih dan terasa sejuk. Suasana di sekitarnya masih asri, dengan pepohonan besar yang tumbuh di sepanjang tepi pemandian. Bayangan pepohonan tampak di permukaan air, menambah kesan alami Wakante.

Di kawasan ini, pengunjung disambut dengan beragam pilihan kolam yang bisa dinikmati sesuai usia dan kemampuan berenang. Terdapat kolam berukuran besar dengan kedalaman beberapa meter yang cocok bagi mereka yang sudah mahir berenang.

Airnya yang jernih dan sejuk, berpadu dengan suasana alam yang asri, memberikan pengalaman berenang yang menyegarkan. Apalagi ketika melihat koi warna-warni di kolam khusus ikan, memberikan nuansa damai dan memanjakan mata.

Bagi keluarga yang datang bersama anak-anak, tersedia pula kolam dangkal yang dirancang khusus untuk anak kecil. Kolam ini aman dan nyaman, sehingga orang tua bisa membiarkan anak-anak bermain air sambil tetap mengawasi dari tepi. Suasana riang anak-anak yang bermain menjadi warna tersendiri di tengah rimbunnya pepohonan Wakante.

Tak hanya berenang, kawasan ini juga menawarkan pengalaman berbeda bagi pengunjung yang ingin merasakan sensasi menunggangi kuda. Terdapat penyedia jasa tunggang kuda di dalam area wisata, memungkinkan pengunjung, terutama anak-anak dan remaja, untuk berkeliling sejenak di sekitar lokasi sambil menunggangi kuda jinak yang telah dilatih.

Transformasi Wakante Jadi Destinasi Wisata Populer

Tahun 1973, Wakante mulai terbuka untuk umum, meski masih tanpa fasilitas apa pun. Baru pada 2010, dengan bantuan program pemerintah (PNPM LMP), dibangun talut penyangga untuk memperkuat tepian pemandian. Dari sanalah geliat pariwisata mulai tumbuh. Fasilitas seperti gazebo, akses jalan,  mulai menyusul seiring perhatian dari pemerintah.

Kini, setiap musim libur, Wakante menjadi magnet yang menyedot ratusan pengunjung. Bahkan pada momen tertentu seperti tahun baru atau hari keagamaan, akses menuju Wakante dipadati dengan kendaraan pengunjung.

Geliat wisata ini tidak lahir tiba-tiba. Kegigihan warga seperti La Ode Kaimuddin (66) yang sejak 1991 membangun kolam ikan pribadi di sekitar Wakante dengan modal sendiri—menjadi pendorong awal.

Kepada Sultratop, ia bercerita awalnya banyak yang mencibir dan meragukan lahan di kawasan itu dapat dimanfaatkan. Singkat cerita, ia berhasil menyulap rawa yang dahulu disebut angker itu menjadi kolam penuh kehidupan dengan ikan mas, koi, gurame, bawal hingga nila. Saat ini sekitar 5.000 ekor ikan masih berenang di sana, menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan.

Di atas kolam, La Ode Kaimuddin membangun beberapa gazebo sederhana dari kayu, yang saling terhubung oleh titian kecil melintang di permukaan air. Setiap sudut diberi sentuhan ornamen dan hiasan khas yang memperkuat nuansa alami sekaligus estetik.

Titian kayu itu tidak hanya berfungsi sebagai jalur pijakan, tapi juga sebagai spot favorit pengunjung untuk berfoto. Tak sedikit yang menyebut area ini sebagai salah satu tempat paling Instagramable di Muna Barat.

Dari atas titian, pengunjung bisa melihat ratusan ikan berenang bebas di bawah kaki mereka.Beberapa bahkan berani mendekat, menanti makanan yang dijatuhkan wisatawan dari atas. Anak-anak hingga orang dewasa kerap larut dalam momen ini, memberi makan ikan sambil sesekali menyentuh permukaan air dan merasakan sensasi menyentuh langsung ikan-ikan jinak itu.

Menariknya, saat malam tiba, suasana di sekitar kolam justru tak kehilangan pesonanya. Lampu kelap-kelip yang dipasang di sepanjang titian menciptakan suasana tenang dan hangat, menjadikan area ini tempat favorit bagi muda-mudi untuk bersantai. Obrolan ringan, tawa pelan, dan aroma kopi dari warung kecil milik La Ode Kaimudin menjadi pengiring malam yang ramah dan akrab.

“Kami menyediakan bahan jualan untuk pengunjung, kalau malam hari paling banyak memesan kopi,” ujar La Ode Kaimudin, yang tak hanya membangun tapi juga mengelola kawasan ini bersama keluarganya. Meski terbuka untuk umum, ia tetap membatasi jam operasional hingga pukul 22.00 Wita demi menjaga ketertiban dan kenyamanan lingkungan sekitar.

Berkat pengembangan fasilitas yang dilakukannya secara bertahap dan mandiri, kawasan Wakante terus tumbuh menjadi magnet wisata. Setiap hari Minggu, pengunjung bisa mencapai 50 hingga 100 orang. Saat momen libur besar seperti Hari Raya Idulfitri, jumlah itu bisa melonjak hingga lebih dari 200 orang dalam sehari. Sementara pada hari biasa, setidaknya 10 pengunjung tetap datang, menjadikan Wakante tidak pernah benar-benar sepi.

Selain La Ode Kaimuddin, terdapat warga lain di kawasan Wakante yang juga ikut ambil bagian dalam menghidupkan lokasi wisata ini. Mereka adalah pemilik lahan yang awalnya hanya memanfaatkan kolam ikan untuk kebutuhan pribadi atau tambahan penghasilan keluarga. Namun, melihat meningkatnya kunjungan wisatawan dan potensi ekonomi di sekitar Wakante, mereka mulai menyulap lahan kolam ikan mereka menjadi area wisata mini yang tak kalah menarik.

Beberapa kolam dihiasi jembatan kayu, tempat duduk dari kayu, serta lampu warna-warni yang memantul di permukaan air saat malam tiba. Anak-anak bisa memberi makan ikan, sementara orang dewasa bersantai menikmati suasana yang tenang dan asri. Ada pula yang menyediakan warung kecil di tepi kolam, menjajakan kopi, teh hangat, hingga makanan ringan khas desa.

Inisiatif warga ini menunjukkan semangat kolektif masyarakat Wakante dalam mengembangkan potensi wisata lokal. Mereka tak hanya menjadi penonton, tapi juga pelaku yang aktif menciptakan perubahan yang memberi dampak signifikan terhadap kemajuan kawasan Wakante sebagai destinasi wisata.

Akses ke Wakante

Bagi wisatawan yang ingin mengunjungi Permandian Wakante dari arah Pelabuhan Raha, Kabupaten Muna, perjalanan yang ditempuh tergolong singkat dan nyaman. Jaraknya hanya sekitar 20 kilometer, dengan waktu tempuh antara 45 menit hingga 1 jam menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.

Rute menuju Wakante cukup mudah diikuti. Dari Pelabuhan Raha, pengunjung bisa mengambil jalur utama menuju Kecamatan Lawa, Kabupaten Muna Barat. Jalan poros ini sudah beraspal mulus, memudahkan perjalanan.

Begitu tiba di pembelokan Pasar Lambubhalano (Wamelai), pengunjung cukup mengambil arah ke kanan. Dari titik ini, hanya sekitar dua kilometer lagi perjalanan menuju lokasi Permandian Wakante.

Akses yang mudah dan kondisi jalan yang baik membuat Wakante cocok dikunjungi kapan saja, baik saat liburan keluarga maupun perjalanan singkat untuk mencari ketenangan. Lokasinya yang tak terlalu jauh dari pusat aktivitas di Pulau Muna juga menjadikan tempat ini sebagai alternatif wisata favorit bagi warga sekitar. (Ad/ST)

 

Laporan: Tim Redaksi

Follow WhatsApp Channel Sultratop untuk update berita terbaru setiap hari

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan