SULTRATOP.COM, KENDARI — Isu dugaan kerugian petani yang menyeret Perum Bulog Cabang Bombana mendapat tanggapan resmi dari pihak Bulog. Kepala Perum Bulog Cabang Bombana, Aang Fahri Drajad, menyampaikan klarifikasi untuk meluruskan sejumlah informasi yang berkembang di tengah masyarakat dan dinilai berpotensi menimbulkan kesalahpahaman.
Aang menjelaskan bahwa tudingan pemotongan timbangan gabah tidak dapat dilepaskan dari mekanisme standar pengadaan yang diterapkan Bulog. Proses tersebut, menurutnya, bukan pemotongan sepihak, melainkan penyesuaian kualitas gabah sesuai ketentuan yang berlaku.
“Gabah yang dibeli Bulog harus memenuhi standar tertentu. Kadar air maksimal yang diperbolehkan adalah 25 persen. Namun di lapangan, kami menemukan gabah dengan kadar air mencapai 28 hingga 33 persen, disertai kandungan butir hampa dan hijau yang cukup tinggi. Kondisi ini tentu berpengaruh pada berat bersih gabah,” jelas Aang.
Ia menambahkan, selama musim panen tahun 2025, mayoritas gabah yang masuk berada di luar standar kualitas ideal. Karena itu, proses pembersihan dari jerami, batang padi, daun, serta pengurangan pengotor lainnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari mekanisme pembelian.
Terkait tudingan pembelian gabah di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Aang menegaskan bahwa sepanjang musim panen rendeng periode Februari hingga Agustus 2025, harga gabah di wilayah Bombana justru berada di atas HPP yang ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram. Ia menekankan bahwa Bulog Cabang Bombana tidak memiliki kebijakan untuk membeli gabah petani di bawah harga tersebut.
“Pada panen gadu, pembayaran dilakukan langsung kepada petani, kelompok tani, atau gapoktan. Tidak ada niat maupun kebijakan untuk merugikan petani,” tegasnya.
Menanggapi klaim kerugian petani yang disebut mencapai puluhan miliar rupiah dengan dasar total produksi sekitar 65 ribu ton, Aang menjelaskan bahwa Bulog memiliki keterbatasan daya serap yang disesuaikan dengan kapasitas gudang dan wilayah kerja. Bulog Cabang Bombana sendiri melayani dua kabupaten, yakni Bombana dan Konawe Selatan, dengan kemampuan serap sekitar 50 ribu ton.
“Keterbatasan daya serap ini tidak bisa langsung dimaknai sebagai kerugian petani atau kelalaian Bulog. Ada mekanisme pasar dan keterbatasan operasional yang harus dipahami bersama,” ujarnya.
Soal keluhan terkait ongkos timbang dan biaya transportasi, Aang menerangkan bahwa penimbangan gabah umumnya dilakukan di penggilingan mitra. Hal ini dilakukan untuk menghindari selisih berat yang kerap terjadi jika penimbangan dilakukan di sawah atau lahan panen. Selain itu, sebagian besar mitra maklon menjemput gabah langsung ke lokasi petani.
“Biaya Rp200 yang sering dipersoalkan sebenarnya adalah biaya transportasi dari pinggir jalan ke pabrik penggilingan, bukan ongkos timbang di sawah. Ini sudah kami sampaikan berulang kali dalam setiap sosialisasi,” katanya.
Menutup penjelasannya, Aang Fahri Drajad menegaskan bahwa Bulog Cabang Bombana terbuka terhadap pengawasan dan siap memberikan data maupun penjelasan kepada pihak berwenang serta pemangku kepentingan lainnya.
“Kami bekerja berdasarkan aturan dan regulasi yang berlaku. Bulog hadir untuk menjaga stabilitas harga dan melindungi petani. Jika diperlukan, kami siap membuka data dan menjelaskan secara transparan,” pungkasnya. (—)

















