23 June 2025
Indeks

Cerita Unik dari Gua Liangkabori: Air Jodoh dan Lukisan Purba

  • Bagikan
Cerita Unik dari Gua Liangkabori: Air Jodoh dan Lukisan Purba

SULTRATOP.COM, MUNA – Di balik sunyi bukit kapur yang menjulang di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, terdapat sebuah gua yang menyimpan dua hal sekaligus: mitos tentang asmara dan jejak peradaban. Namanya Gua Liangkabori.

Bentuknya tak jauh berbeda dari gua pada umumnya: sejuk, gelap, dengan dinding batu yang dingin dan bisu. Namun, ada yang membuat Gua Liangkabori berbeda. Dari langit-langit dan sela-sela dinding kapurnya, air menetes perlahan, jernih dan tenang, seolah membawa pesan dari masa lampau.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Tetesan itu tidak mengalir deras, melainkan hadir dalam irama yang hening, seperti bisikan alam yang sabar menanti untuk ditemukan. Air tersebut tertampung dalam cekungan alami bebatuan karst, membentuk genangan kecil yang bening.

Masyarakat setempat menyebut tempat genangan itu dengan istilah “kantinu”. Tak ada pancuran, tak ada suara gemuruh, hanya tetes-tetes yang terus hadir perlahan, menciptakan suasana nyaman dan tenang.

Namun, air di kantinu ini bukan sembarang air. Ia diyakini membawa berkah. Bukan sembarang berkah, tapi berkah jodoh.

Konon, siapa pun yang membasuh wajah atau meneguk air dari kantinu dengan niat baik dari dalam hati yang tulus, akan dimudahkan urusan percintaannya. Entah bagaimana awalnya cerita ini berkembang, namun dari generasi ke generasi, cerita itu hidup, diwariskan, dan dijaga oleh masyarakat sekitar.

Sebagian percaya karena keyakinan, sebagian karena harapan. Tapi yang pasti, air itu bukan hanya tetesan alam, ia adalah simbol. Simbol tentang pencarian, tentang doa yang diam-diam dipanjatkan dalam gelap, dan tentang ikatan yang tak terlihat antara manusia, alam, dan takdir.

“Air di dalam Gua Liangkabori ini dipercaya bisa mempercepat jodoh. Asal datang dengan niat baik, insyaallah jodohnya dimudahkan,” kata Farlin, Kepala Desa Liangkabori kepada Sultratop.com.

Memang, tidak ada bukti ilmiah soal air jodoh ini. Tak ada riset laboratorium yang menyatakan tetesannya mengandung kekuatan asmara. Namun, bagi masyarakat Liangkabori, air itu lebih dari sekadar cairan yang menetes dari batu. Ia adalah bagian dari kehidupan.

Bagi mereka, air dari kantinu bukan hanya soal berkah jodoh. Bila terjadi kemarau panjang , air dari kantinu hadir membawa berkah yang lebih nyata: cadangan air bersih.

Di tengah musim kemarau yang ekstrem sekalipun, kantinu tetap setia menampung tetes demi tetes. Tidak melimpah, tapi cukup untuk menolong. Cukup untuk membasuh wajah, menuntaskan dahaga, atau sekadar memberi rasa tenang bahwa alam masih berpihak.

Namun, mitos itu hanya awal cerita. Liangkabori bukan sekadar gua biasa. Ia adalah ruang sunyi yang menyimpan napas peradaban. Setiap gurat di dindingnya adalah surat dari masa lalu.

Jejak Lukisan Purba di Dinding Gua

Cerita Unik dari Gua Liangkabori: Air Jodoh dan Lukisan Purba

Jauh sebelum cerita air jodoh, Liangkabori sudah menyimpan warisan luar biasa: lukisan prasejarah di dinding gua.

Dalam bahasa Muna, liang berarti gua dan kabori berarti tulis. Jadi, Liangkabori berarti “gua bertulis” atau gua yang bercerita.

Setidaknya ada 222 lukisan di berbagai sudut gua, mulai dari mulut hingga dinding tinggi. Gambarnya beragam: manusia, perahu, matahari, kuda, rusa, babi hutan, anjing, kalajengking, ular, lipan, bahkan layang-layang. Ada juga garis abstrak yang maknanya masih misteri.

“Para peneliti internasional menyebut Liangkabori salah satu gua terkaya dunia karena jumlah dan ragam lukisannya,” ujar Samada, juru pelihara gua.

Bahkan profesor asal Prancis yang meneliti di sini terkesan. Biasanya, gua-gua lain hanya menyimpan jejak sederhana seperti telapak tangan atau jejak kaki, tapi Liangkabori menyajikan gambar hidup yang menceritakan sejarah mendalam.

Usia lukisan diperkirakan 4.000 tahun. Tekniknya unik, bukan dari darah seperti yang pernah diduga, melainkan cairan buah pinang yang dikunyah hingga mengeluarkan warna merah bata. Cairan itu digunakan melukis dan hasilnya tahan ribuan tahun.

Selain lukisan, gua ini juga mempesona dengan stalaktit dan stalagmit yang terbentuk selama ribuan tahun. Air menetes perlahan, menciptakan suasana sejuk dan tenang.

Gua yang Kini Dijaga Bersama

Liangkabori bukan hanya tempat wisata, tapi ruang hidup peradaban, perpustakaan alam yang harus dijaga.

Kepala Desa Farlin mengakui kesadaran warga akan nilai gua ini makin tinggi. Dahulu dianggap biasa saja, kini masyarakat bangga dan ingin melestarikannya.

Mereka bahkan mengusulkan Festival Budaya Liangkabori, bukti kecintaan dan kebanggaan terhadap situs ini.

“Dulu, gua ini dianggap biasa saja, bahkan tidak terlalu bernilai. Tapi sekarang, alhamdulillah, masyarakat mulai terbuka pikirannya. Mereka sadar bahwa ini adalah situs budaya penting yang harus dijaga dan dikelola dengan baik,” ujar Farlin.

Hingga kini penelitian terus berlanjut, dari dalam dan luar negeri. Baru-baru ini tim dari Polandia dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meneliti gua ini.

Cerita Unik dari Gua Liangkabori: Air Jodoh dan Lukisan Purba
Peneliti dari Negara Polandia di depan Gua Liangkabori.

Wisatawan pun berdatangan. Mereka menatap lukisan, menadah tangan di bawah tetesan air, mencoba menyerap sejarah, dan mungkin diam-diam berharap jodoh.

Kiki Apriani, salah satu pelancong dari Jakarta yang pernah datang mengaku, dengan melihat lukisan di dinding-dinding gua, dirinya seperti diajak kembali ke masa lampau, jauh sebelum peradaban modern terbentuk.

Ia berharap gua ini tetap terjaga dan terlindungi dari tindakan vandalisme.

Gua Liangkabori kini bukan hanya milik masyarakat Muna, tapi juga milik bangsa. Ia menyimpan dua hal yang dicari banyak orang: jejak leluhur dan doa-doa sunyi.

Jadi, jika suatu hari Anda berada di Muna, tak ada salahnya mampir ke Liangkabori. Bukan hanya untuk menatap lukisan purba yang penuh misteri, tapi juga untuk menadahkan tangan di bawah tetesan airnya. Siapa tahu, jodoh sedang menunggu di balik tikungan.

Info Akses ke Gua Liangkabori

Secara administratif, Gua Liangkabori terletak di Desa Liangkabori, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna.

Untuk menuju ke area gua, jaraknya sekitar 6 kilometer dari jalan utama Desa Mabolu–Kontunaga. Sementara itu, jika berangkat dari Kota Raha sebagai ibu kota Kabupaten Muna, jaraknya kurang lebih 17 kilometer.

Sekitar 80 persen dari rute menuju gua sudah dilapisi aspal dan dalam kondisi baik. (Ad/ST)

Laporan: Tim Redaksi

 

Follow WhatsApp Channel Sultratop untuk update berita terbaru setiap hari

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan