SULTRATOP.COM, KENDARI – Puluhan jurnalis dari berbagai media di Kota Kendari yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Forum Jurnalis Lintas Media (FJLM) menggelar aksi damai di gerbang kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (23/10/2025).
Dalam aksi itu, mereka menyerukan penghentian segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis dan menuntut penghormatan terhadap kebebasan pers di daerah ini.
Aksi tersebut digelar sebagai bentuk protes atas tindakan ajudan Gubernur Sultra yang mendorong jurnalis bernama Fadli, saat melakukan wawancara doorstop beberapa waktu lalu.
Para jurnalis menilai tindakan itu sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dua Versi Kronologi Kejadian
Fadli menceritakan, insiden itu terjadi seusai kegiatan peluncuran bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap 800 ribu pelaku UMKM se-Indonesia yang digelar secara virtual di Aula Bahteramas, Selasa (21/10/2025) sore. Saat itu, para jurnalis tengah melakukan wawancara dengan Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka (ASR).
Setelah menjawab beberapa pertanyaan mengenai kegiatan tersebut, Fadli mencoba meminta tanggapan Gubernur ASR terkait pelantikan mantan narapidana korupsi, Aswad Mukmin, sebagai kepala seksi di lingkungan Dinas Cipta Karya Pemprov Sultra.
Menurut Fadli, awalnya Gubernur merespons dengan santai dan sempat tertawa kecil, seolah ingin menjawab pertanyaan itu. Namun, tiba-tiba dua ajudan gubernur datang dan mendorong Fadli menjauh.
“Kami mencoba kembali mendekati Gubernur untuk wawancara, tapi ajudan itu terus mendorong bahkan memukul ponsel yang digunakan meliput. Gubernur saat itu langsung pergi seolah membiarkan ajudannya menghalangi saya,” ucap Fadli.
Peristiwa tersebut kemudian viral di berbagai media dan menuai kecaman dari kalangan jurnalis di Kendari. Sebagai respons, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra melalui Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) memberikan klarifikasi.
Plt Kepala Biro Adpim Setda Sultra, Andi Syahrir, menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Sultra menghormati kerja jurnalistik dan tidak pernah bermaksud menghalangi atau melakukan kekerasan terhadap wartawan terkait insiden saat wawancara doorstop dengan Gubernur Sulawesi Tenggara di Aula Bahteramas, Selasa (21 Oktober 2025).
Ia memaparkan kronologi versi pemerintah, bahwa wawancara berlangsung lancar hingga dinyatakan selesai sesuai tema kegiatan. Namun, seorang jurnalis kemudian menanyakan hal lain di luar konteks acara, yakni mengenai pengangkatan pejabat yang pernah bermasalah hukum. Gubernur menanggapinya dengan senyum tanpa komentar dan mulai melangkah meninggalkan lokasi wawancara.
Menurut Andi Syahrir, saat jurnalis tersebut mencoba kembali mendekati Gubernur untuk meminta tanggapan, staf pengawalan bergerak mendampingi dan menghalangi demi menjaga situasi tetap tertib. Ia menegaskan tindakan itu bukan bentuk penghalangan kerja pers, melainkan upaya mencegah “pemandangan yang tidak elok” ketika narasumber sudah tidak berkenan memberikan keterangan.
Andi Syahrir juga menutup penjelasannya dengan menegaskan komitmen Pemprov Sultra untuk mendukung hubungan yang sehat antara jurnalis dan narasumber, yang didasari oleh saling menghormati dan menghargai dalam setiap proses peliputan.
Pemerintah Didorong Menghormati Prinsip Keterbukaan Informasi Publik
Ketua AJI Kendari, Nursadah, mengatakan aksi damai tersebut dilakukan secara bermartabat untuk menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah kejahatan terhadap kebebasan pers.
“Kami menuntut Gubernur Sultra meminta maaf dan memberikan sanksi tegas kepada ajudannya,” tegas Nursadah.
Usai aksi damai, Fadli bersama AJI Kendari dan FJLM langsung menuju Polda Sultra untuk melaporkan Gubernur dan ajudannya atas dugaan penghalangan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
AJI Kendari menegaskan, langkah hukum ini ditempuh untuk memastikan penegakan keadilan bagi jurnalis sekaligus mendorong pemerintah daerah agar menghormati prinsip keterbukaan informasi publik.
“Ini bukan hanya soal Fadli, tapi tentang ruang kerja jurnalis yang harus bebas dari intimidasi dan kekerasan,” ujar Nursadah.
AJI Kendari dan FJLM menegaskan akan terus mengawal proses hukum dan menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting bagi seluruh pejabat publik di Sultra agar tidak semena-mena terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya. (A/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani