SULTRATOP.COM, KENDARI – Badan Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat sebanyak 15 warga Sultra berhasil dicegah berangkat sebagai pekerja migran ilegal sepanjang 2025, sementara 50 lainnya sudah dideportasi dari negara tujuan karena tidak melalui prosedur resmi.
Temuan ini kembali menegaskan masih tingginya risiko yang dihadapi warga yang nekat bekerja di luar negeri tanpa dokumen dan visa kerja yang sah.
Per September 2025, BP3MI Sultra merinci bahwa 50 pekerja migran ilegal tersebut dipulangkan dari negara tempat mereka bekerja. Sebagian dari mereka bahkan lebih dahulu menjalani proses hukum, termasuk masa tahanan selama enam bulan, sebelum akhirnya dideportasi.
Analisis Tenaga Kerja BP3MI Sultra, Aswan, mengatakan jumlah itu tercatat sejak Januari 2025 dan menunjukkan masih maraknya upaya keberangkatan pekerja tanpa prosedur yang benar. Di sisi lain, selama periode yang sama BP3MI juga berhasil menggagalkan keberangkatan 15 calon pekerja migran ilegal yang hendak bekerja di luar negeri.
Kata dia, mayoritas pekerja migran yang dideportasi berasal dari Malaysia dan Arab Saudi. Mereka dipulangkan karena tidak memiliki dokumen kerja yang lengkap maupun visa sebagai syarat bekerja secara legal.
“Ditampung dulu di Malaysia, dipenjara selama 6 bulan, setelah itu baru dikirim ke Nunukan,” ujarnya saat ditemui di Kendari pada Senin (17/11/2025).
Berdasarkan data BP3MI, pekerja migran yang dideportasi itu umumnya berasal dari wilayah kepulauan seperti Buton Tengah (Buteng), Wakatobi, Muna, dan Muna Barat (Mubar) yang mayoritas bekerja di Malaysia. Sementara dari wilayah daratan seperti Konawe, Konawe Selatan (Konsel), dan Kota Kendari, sebagian besar bekerja di Arab Saudi.
Kepala BP3MI Sultra, La Ode Askar, menambahkan bahwa proses deportasi dilakukan melalui jalur udara di Bandara Haluoleo Kendari dan jalur laut melalui Pelabuhan Baubau. Ia menyebut, banyak dari pekerja migran ilegal ini nekat berangkat hanya dengan bermodal ajakan kerabat atau rekan tanpa memastikan legalitas pekerjaan di negara tujuan.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat Sultra agar berkomunikasi langsung dengan pemerintah, dalam hal ini Dinas Ketenagakerjaan, jika ingin bekerja di luar negeri. Menurutnya, langkah tersebut penting untuk memastikan pekerjaan di luar negeri benar-benar ada dan legal.
“Jangan hanya sekadar ikut saudara yang sudah bekerja atau tinggal di luar negeri. Dan ketika kamu ikut, terjadi sesuatu masalah pasti dia tidak akan bertanggung jawab,” tutup Askar. (A/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani









