SULTRATOP.COM, KENDARI — Rumpun Perempuan Sultra (RPS) memperkuat peran Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT) di dua universitas di Sulawesi Tenggara, yaitu Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) dan Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK).
Penguatan tersebut dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan yang dilaksanakan di salah satu hotel di Kendari pada Rabu (24/9/2025).
Selain Satgas PPKPT, RPS juga menghadirkan jurnalis sebagai mitra dalam pencegahan dan pengawalan kasus kekerasan perempuan. Kegiatan yang dibuka langsung oleh Ketua RPS, Husnawati itu di isi oleh pemateri dari Yayasan Lambu Ina, Yustina C. Fendrita.
Selain menghadirkan Satgas PPKPT dari kedua perguruan tinggi tersebut, RPS juga melibatkan para jurnalis sebagai mitra strategis dalam upaya pencegahan dan pengawasan terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ketua RPS, Husnawati, dan menghadirkan pemateri dari Yayasan Lambu Ina, Yustina C. Fendrita.
Dalam pemaparannya, Yustina menjelaskan bahwa Satgas PPKPT dibentuk berdasarkan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024, yang bertujuan menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
“Sebelumnya memang sudah ada Satgas PPKS, tetapi cakupannya hanya sebatas kekerasan seksual. Satgas PPKPT merupakan pengembangan dari PPKS dengan cakupan tugas lebih luas,” ungkap Yustina.
Kata Yustina, ada enam bentuk kekerasan yang harus dicegah dan ditangani kampus yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, perundungan, kebijakan bernuansa seksual, kekerasan seksual, dan diskriminasi.
Keenam bentuk kekerasan tersebut wajib dicegah dan ditangani oleh Satgas PPKPT. Oleh karena itu, penyusunan standar operasional prosedur (SOP) sangat penting sebagai pedoman kerja yang terstruktur.
Yustina menambahkan bahwa meskipun Satgas PPKPT telah dibentuk di hampir seluruh perguruan tinggi, banyak yang belum aktif karena kendala pendanaan dan implementasi. Padahal, keberadaan Satgas merupakan syarat wajib dari Kemendikbudristek, termasuk untuk mengakses program Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Ketua Satgas PPKPT Unsultra, Hijriani, mengungkapkan bahwa pihaknya telah membentuk Satgas sejak 2023. Namun demikian, mahasiswa maupun dosen yang menjadi korban kekerasan, terutama kekerasan seksual, masih enggan melapor.
“Korban sering merasa takut karena adanya relasi kuasa, misalnya antara dosen dan mahasiswa atau antara pimpinan dan staf,” jelas Hijriani.
Ia menyebut bahwa sejauh ini pihaknya telah menangani dua kasus kekerasan seksual melalui mediasi internal kampus. Penyelesaian secara internal dilakukan untuk menjaga nama baik institusi.
Koordinator Program INKLUSI RPS, Sitti Zahara, menegaskan bahwa Satgas PPKPT merupakan garda terdepan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan kampus.
Oleh karena itu, penguatan kapasitas Satgas menjadi langkah strategis agar mereka benar-benar siap menghadapi isu kekerasan seksual di kampus.
Sitti berharap Satgas tidak hanya mampu menangani kasus yang terjadi, tetapi juga aktif melakukan upaya pencegahan untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan. (B/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani