SULTRATOP.COM, KENDARI – Pernikahan di luar Kantor Urusan Agama (KUA) kini semakin diminati oleh masyarakat Sulawesi Tenggara. Fenomena ini mencerminkan perubahan gaya hidup, ekonomi, hingga tradisi, di mana akad nikah lebih sering digelar di rumah, aula, atau lokasi lainnya, menjadikannya simbol status sosial sekaligus penghormatan terhadap adat.
Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 59 Tahun 2019, menikah di KUA tidak dikenakan biaya jika dilakukan pada hari dan jam kerja. Sebaliknya, pernikahan di luar KUA memerlukan biaya sebesar Rp600 ribu yang masuk sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui transfer ke bank yang telah ditentukan.
Data dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sultra menunjukkan tren ini terus meningkat. Sepanjang tahun 2023, tercatat 11.877 pernikahan dilakukan di luar KUA, sementara hanya 2.219 akad nikah dilaksanakan di KUA. Angka ini melonjak pada 2024 dengan 13.317 pernikahan di luar KUA, dibandingkan 1.998 yang memilih KUA sebagai tempat akad.
Fenomena Sosial dan Budaya
Pakar Sosiologi Sultra, Bahtiar, menjelaskan bahwa meningkatnya pernikahan di luar KUA mencerminkan kemajuan masyarakat dari segi ekonomi dan gaya hidup.
“Menikah di luar KUA adalah pilihan yang seringkali terkait dengan identitas keluarga. Banyak orang merasa gengsi atau kurang puas jika akad nikah tidak dilakukan di rumah, terutama karena pernikahan adalah proses sakral yang ingin disaksikan oleh keluarga besar,” kata Bahtiar melalui sambungan telepon.
Ia juga menyebut, pernikahan di KUA kerap kali dipilih karena kondisi keterpaksaan, seperti faktor ekonomi. Namun, keputusan untuk menikah di luar KUA bukan hanya soal kemampuan finansial, melainkan juga simbol status sosial dan penghormatan terhadap tradisi keluarga.
Meski demikian, Bahtiar mengingatkan agar masyarakat tetap mematuhi persyaratan pernikahan yang ditetapkan Kemenag, termasuk pencatatan nikah secara sah. Hal ini penting untuk mencegah masalah hukum di masa depan.
“Kita harus menghindari hanya melakukan prosesi adat tanpa melengkapi dokumen resmi. Dengan mengikuti aturan KUA, masyarakat tidak hanya menjaga tradisi tetapi juga memastikan legalitas pernikahan,” ujarnya.
Tren ini menunjukkan bahwa aspek ekonomi yang semakin membaik di Sultra menjadi salah satu pendorong utama. Namun, kesiapan lahir batin, termasuk finansial, tetap menjadi dasar penting dalam keputusan menikah. (A/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani