SULTRATOP.COM, KENDARI – Kain tenun khas Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), terus menarik perhatian hingga ke pasar internasional berkat keunikan motif dan keindahan warna alaminya. Ditenun secara tradisional dengan sentuhan budaya lokal, kain ini menjadi simbol warisan yang tak hanya bernilai seni tinggi, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi para pengrajin.
Di Kelurahan Gunung Jati, Kecamatan Kendari Barat, sekelompok ibu-ibu pengrajin yang dipimpin oleh Tri Sunarti atau yang akrab disapa Ibu Ice, telah sejak lama menekuni kerajinan ini. Kelompok tenun yang ia bentuk sejak 2012 bahkan telah bergabung dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kendari.
“Kain tenun yang dikaryakan kebanyakan motif Tolaki Kendari. Sebagian besar kami buat berdasarkan pesanan, tapi terkendala di modal belanja benang karena harganya cukup besar. Biasanya kami hanya menenun kalau ada pesanan, kalau tidak ya istirahat,” ujar Ibu Ice, Minggu (11/5/2025).
Warna-warna yang digunakan pada kain tenun ini pun khas dan alami, seperti merah samar, hijau lumut, biru, hingga kuning. Motif yang tercipta dari proses menenun tradisional menjadikan setiap lembar kain memiliki nilai artistik dan identitas budaya yang kuat.
Dalam proses pembuatannya, pengrajin memulai dengan menghani, yaitu menyusun benang secara sejajar, lalu memindahkannya ke alat tenun untuk membentuk motif. Harga kain tenun bervariasi tergantung pada motif dan tingkat kerumitan, mulai dari Rp700 ribu hingga Rp3 juta.
“Kadang juga banyak pesanan, tapi kadang tidak ada sama sekali. Biasanya hanya ramai saat hari-hari penting seperti ulang tahun kota atau ada pelatihan,” katanya.
Selama menjalankan usahanya, Ibu Ice dan kelompoknya pernah mendapat bantuan alat tenun dari pemerintah melalui Dekranasda Kota Kendari. Namun, ia mengungkapkan bahwa kebutuhan terbesar mereka adalah bahan baku benang dan biaya produksi.
“Kami sebenarnya lebih butuh benang, karena harganya mahal. Belum lagi ongkos tenun. Kita baru lega kalau sudah punya ongkos bahan benang, menghani, dan menenun. Intinya, kami terkendala di modal,” ujarnya.
Ibu Ice juga berharap agar perhatian pemerintah tidak hanya sebatas alat, tetapi juga mendukung pengrajin lewat bantuan modal usaha yang berkelanjutan.
Selain itu, ia mengungkapkan keinginannya agar pendidikan menenun bisa kembali masuk dalam kurikulum sekolah seperti yang pernah dilakukan di masa Wali Kota Kendari sebelumnya, Asrun.
“Dulu pernah ada kelas belajar menenun di sekolah-sekolah. Saya sempat mengajar di sana. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi sejak berganti wali kota. Padahal itu penting supaya anak-anak kita tahu budaya sendiri,” jelasnya.
Harapan itu perlahan mendapat angin segar setelah Wali Kota Kendari saat ini, Siska Karina Imran, berencana memulihkan kembali pelajaran tenun di sekolah-sekolah.
“Untungnya, Ibu Wali Kota Siska mau memulihkan pelajaran itu. Saya jadi semangat kembali. Semoga bisa segera berjalan, biar budaya kita tetap terjaga,” tutup Ibu Ice penuh harap.
Berikut beberapa pilihan kelompok tenun Gunung Jati, yang direkomendasikan untuk masyarakat:
- Motif Tenun Tolaki Kendari.
- Motif Tenun Tolaki Pucuk Pakis / Pinetaburumbaku.
- Motif Tenun Tolaki Pinetariwadi.
- Motif Tenun Muna Layang-Layang.
- Motif Tenun Muna Kalajengking.
- Motif Tenun Muna Kupu-Kupu.
- Motif Tenun Muna Kentanedole.
- Motif Tenun Muna Pucuk Rebung.
- Motif Tenun Muna Kalawara.
- Motif Tenun Muna Kabawo.
- Motif Tenun Muna Futegho Rumampe.
- Motif Tenun Buton Bhia Kolau.
- Motif Tenun Buton Bhia Kasopa Yitanu.
(B/ST)
Laporan: Bambang Sutrisno