SULTRATOP.COM, KENDARI – Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 2025 dinilai berpotensi memperburuk kondisi ekonomi rakyat. Ekonom Sultra, Syamsir Nur, memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat menekan daya beli masyarakat dan melemahkan sektor usaha kecil, yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
“Kenaikan pajak ini akan mengurangi pengeluaran masyarakat, terutama di sektor konsumsi yang menjadi penopang utama perekonomian daerah,” ungkap Syamsir di Kendari pada Senin (23/12/2024).
Ia menjelaskan, kelompok masyarakat menengah diprediksi akan merasakan dampak paling besar dari kebijakan ini. Jika daya beli kelompok tersebut melemah, roda perekonomian daerah juga dapat terganggu. Selain itu, UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal diperkirakan akan kesulitan mempertahankan aktivitas bisnisnya.
Sebagai langkah mitigasi, Syamsir menyarankan pemerintah daerah segera merumuskan strategi untuk melindungi masyarakat dan pelaku usaha kecil.
“Pemerintah harus memastikan dampak kebijakan ini tidak terlalu membebani kelompok rentan,” ujar akademisi dari Universitas Halu Oleo (UHO) ini.
Diketahui, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12 persen mencakup kategori mewah, seperti makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, serta pendidikan berstandar internasional. Sebaliknya, barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, dan jasa pendidikan atau kesehatan tetap bebas pajak.
Langkah ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara untuk mendukung stabilitas ekonomi nasional. Namun, Syamsir menilai penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap ekonomi masyarakat secara keseluruhan. (B/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani