4 May 2025
Indeks

Ironi Pahit di Konawe Utara: Tambang Rebut Jalan Warga, Jenazah Tertahan, hingga Relokasi Sekolah

  • Bagikan
Ironi Pahit di Konawe Utara: Tambang Rebut Jalan Warga, Jenazah Tertahan, hingga Relokasi Sekolah
Ambulans yang membawa jenazah dari RSU Bahteramas Kendari menuju Desa Tapunggaeya terjebak lumpur aktivitas pertambangan di jalur utama Blok Mandiodo Konawe Utara.

SULTRATOP.COM, KONAWE UTARA – Di tanah yang kaya akan nikel, warga justru hidup dalam kemiskinan akses. Jalan umum yang dulunya menghubungkan desa-desa kini dikuasai truk tambang. Semua itu demi kepentingan industri.

Lalu, ketika maut menjemput, jenazah pun tak bisa pulang dengan layak. Itulah ironi pahit yang kembali tersingkap di Blok Mandiodo, Konawe Utara, daerah yang tersandera antara tambang dan hak hidup warganya sendiri.

Iklan Astra Honda Motor Sultratop

Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 22.00 Wita, Jumat (2/5/2025). Warga dari Desa Tapunggaeya dan Tapuemea akhirnya turun tangan, menarik ambulans secara manual agar jenazah bisa sampai ke rumah duka. Lumpur tebal, tanjakan curam, dan jalan rusak parah membuat kendaraan tak mampu melaju.

Insiden ini menyentak kembali kesadaran warga tentang kondisi tragis yang mereka alami selama bertahun-tahun. Jalan penghubung antar desa yang dulunya layak dilalui, kini rusak berat karena berubah fungsi menjadi jalur hauling tambang.

“Setiap musim hujan membawa kecemasan yang sama. Anak-anak kesulitan ke sekolah, warga sakit tak bisa cepat ke puskesmas, bahkan jenazah pun tertahan di tengah jalan,” ujar Hargono, Koordinator Mandiodo Watch, kelompok pemantau warga lingkar tambang, Sabtu (3/5/2025).

Hargono menilai kondisi ini bukan sekadar kerusakan teknis, melainkan bentuk nyata dari pengabaian hak masyarakat atas ruang hidup yang aman dan bermartabat.

“Jalan ini sejatinya merupakan fasilitas umum milik pemerintah, namun kini berubah total menjadi jalur utama operasional industri tambang,” katanya.

Ia menjelaskan, dalam satu dekade terakhir, seluruh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah itu, termasuk PT Aneka Tambang (Antam), PT Cinta Jaya, dan PT Bumi Konawe Mining (BKM), menggunakan jalan tersebut untuk hauling ore nikel. Bahkan perusahaan lain seperti PT AMI memanfaatkannya untuk mengangkut ore hasil lelang dari PT Antam.

“Akibatnya, jalan yang dulunya menghubungkan antar desa kini rusak berat dan dipenuhi tumpukan ore di hampir seluruh badan jalan,” lanjutnya.

Ia juga menyebut, kondisi tersebut memaksa relokasi sejumlah fasilitas pendidikan di sepanjang jalur tersebut demi memberi ruang bagi kendaraan tambang. Namun hingga kini, belum ada komitmen nyata dari perusahaan maupun pemerintah untuk memperbaiki kerusakan atau mengembalikan fungsi jalan sebagai fasilitas publik.

“Setiap tahun kami hanya menerima debu, lumpur, dan risiko. Sekolah dipindahkan, ekonomi warga terganggu, dan kini jenazah pun tak bisa lewat,” tegasnya.

Sementara itu, Koordinator Kajian dan Kampanye PUSPAHAM Sultra, Iskandar Wijaya, menyebut insiden ini mencerminkan kegagalan tata kelola tambang yang adil dan berkelanjutan.

“Bagaimana kita bisa bicara reklamasi, pemulihan ekosistem, atau ekonomi berkelanjutan jika akses dasar warga saja dikorbankan? Ini bukan sekadar krisis infrastruktur, ini krisis martabat manusia,” kata Iskandar.

Menurutnya, warga dari Mandiodo, Tapunggaeya, Tapuemea, Mowundo, dan desa-desa lain di Kecamatan Molawe kini bersuara lantang.

“Mereka menuntut audit menyeluruh terhadap seluruh IUP aktif, pemulihan fungsi jalan umum sebagai hak publik, serta jaminan perlindungan terhadap ruang hidup yang kian tergerus. Ini bukan hanya seruan untuk perbaikan jalan ini adalah tuntutan keadilan dan pengakuan atas hak hidup yang setara bagi seluruh warga negara,” pungkasnya. (B-/ST)

 

Laporan: M8

Follow WhatsApp Channel Sultratop untuk update berita terbaru setiap hari

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL KAMI


  • Bagikan