SULTRATOP.COM, KENDARI – Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) menyiapkan konsep wisata terintegrasi dalam kawasan taman nasional untuk para pengunjung yang tertarik dengan wisata minat khusus.
Kepala Balai TNRAW Ahmad mengatakan, konsep wisata terintegrasi ini adalah mengintegrasikan potensi antara wisata alam, pendidikan, dan budaya dalam satu wilayah pengelolaan pariwisata di kawasan taman nasional. Kata dia, TNRAW memiliki ketiga potensi tersebut, sehingga baik untuk dijalankan dengan konsep demikian.
Untuk wisata alam, Balai TNRAW memiliki banyak spot wisata di antaranya padang savana, bukit modus, air terjun, permandian alam, pulau harapan dan kawasan hutan mangrove. Dengan keanekaragaman ekosistem, membuat kawasan taman nasional memiliki berbagai macam flora dan fauna endemik Sulawesi Tenggara (Sultra).
Wisata edukasi, Balai TNRAW menyiapkan kawasan konservasi rusa yang diresmikan pada 2022. Dan pada 2021 Balai TNRAW juga menggelar syukuran adat Tolaki dan Mornene untuk membangun konservasi tersebut.
Hal itu dilakukan, sebagai bentuk melestarikan keberagaman adat yang ada di kawasan TNRAW. Kemudian, adapula hutan pendidikan Tatangge yang menjadi pusat kegiatan penelitian yang dilakukan oleh akademisi.
“Untuk wisata budaya, di dalam kawasan TNRAW ada masyarakat nelayan yang bermukim di Muara Lanowulu. Semua kegiatan masyarakat di dalam dilakukan secara tradisional tanpa mengganggu kawasan taman nasional,” kata Ahmad kepada sultratop di Kendari, Senin (24/6/2024).
Kemudian untuk wisata budaya lainnya, pada hari besar umat Hindu setiap Maret Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Desa Lapoa melakukan ritual melasti di Muara Lanowulu. Dipilihnya kawasan TNRAW sebagai tempat pelaksanaan melasti memiliki beberapa alasan di antaranya lokasinya mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat maupun roda dua. Kedua, air pada ekosistem mangrovenya dinilai bebas dari limbah.
Ketiga, area di sekitar dermaga Lanowulu memiliki kemampuan untuk menampung semua aktivitas umat dalam melaksanakan upacara yang diperkirakan mencapai 500 orang. Dan keempat, kegiatan tersebut telah memperoleh izin tertulis dari pihak pengelola kawasan.
“Kita bisa lihat, dengan kegiatan ini menjadi bukti bahwa keberadaan kawasan TNRAW mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam menjalankan kegiatan budaya dan ritual,” ujarnya.
Tak hanya itu, Balai TNRAW juga berkomitmen memperkuat pemberdayaan masyarakat melalui kelompok-kelompok usaha di desa penyangga kawasan. Menurutnya, hal ini juga sejalan dengan pengembangan ekonomi kreatif.
Adapun kelompok usahanya yakni kelompok usaha bidang pertanian, kelompok usaha bidang perikanan, kelompok usaha bidang peternakan, kelompok usaha terasi, gula aren, kolang-kaling dan tanaman komoditas perkebunan.
Ahmad berharap, konsep mengintegrasikan pariwisata alam, pendidikan dan budaya dapat berjalan maksimal dan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar dan kelestarian kawasan TNRAW. (—-)
Penulis: Ilham Surahmin