SULTRATOP.COM, KENDARI – Siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) Labibia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) mencoba mengangkat kearifan lokal dengan menampilkan permainan musik bambu pada upacara peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) Kemenag ke-79 di pelataran Kanwil Kemenag Sultra pada Jumat (3/1/2025).
Pembina Kegiatan Ekstra Kulikuler MTs Labibia, Siti Fathia, mengatakan, permainan instrumen alat musik bambu tersebut masuk dalam kurikulum khususnya dalam P5P2RA dengan tema kearifan lokal.
“Jadi, kita harapkan itu siswa bisa menghargai kearifan lokal di Sultra yaitu musik bambu. Jadi dia masuk dalam kurikulum P5P2RA,” ungkapnya.
Ia menyebut, semua siswa diberi kesempatan untuk menunjukan kreasinya dalam bermain instrumen musik bambu. Namun, untuk penampilan-penampilan tertentu akan melalui tahap seleksi sebagai duta untuk tampil di luar madrasah.
Pada peringatan HAB Kemenag ke-79 itu, MTs Labibia menurunkan 60 orang siswa untuk bermain instrumen musik bambu yang terdiri dari 55 pemain dan 5 orang cadangan.
Instrumen musik bambu yang dimainkan tersebut dilakukan dengan cara ditiup dan menghasilkan suara-suara berbeda seperti tenor, bass, yang dipadukan dengan seruling dan gendang.
Berbagai lagu yang bisa dimainkan oleh siswa-siswi MTs Labibia itu juga sudah mulai banyak. Mulai dari lagu-lagu nasional, lagu daerah seperti tanah wolio, sipatokang, dan lainnya.
Di MTs Labibia, para pemain instrumen musik bambu tergabung dalam grup Mepokoaso yang dalam bahasa Tolaki berarti bersatu.
“Di MTs Labibia juga kami ada program seni kasidah, seni religius, dan ada juga tarian penyambutan tamu yaitu mendotambe,” ujar Siti Fathia.
Berdasarkan penelusuran awak media Sultratop.com, musik bambu pernah populer di tahun 1970-an, khususnya di wilayah Sultra. Setelah itu, alat musik ini tergerus seiring dengan berkembangnya alat musik modern.
Musik bambu atau dalam bahasa Tolaki disebut baasi, merupakan salah satu jenis alat musik tiup tradisional. Tidak ada catatan pasti kapan alat musik ini pertama kali dibuat. Namun, baasi diyakini pertama kali diperkenalkan oleh masyarakat asli Kendari yaitu suku Tolaki Mekongga.
Baasi biasanya terbuat dari bambu betung atau lebih dikenal oleh masyarakat lokal dengan sebutan bambu koenua bonda. Kualitas suara yang baik juga tergantung pada pemilihan bambu.
Bambu yang digunakan harus berdiameter sekitar 10-17 cm, yang kemudian dipotong-potong dengan panjang sekitar 40 cm. Setelah dipotong, bambu diberi lubang dan dikeringkan.
Saat ini, alat musik bambu sudah kembali banyak dimainkan di kalangan anak-anak usia sekolah dasar dan menengah pertama. Sedangkan di kalangan dewasa hampir sudah tidak terlihat. (B/ST)
Kontributor: Ismu Samadhani